MELBOURNE, KOMPAS.com — Masyarakat China bersedih dan kecewa karena Li Na gagal menjadi juara Australia Terbuka 2011. Pada partai final grand slam lapangan keras ini, Sabtu (29/1/11), unggulan kesembilan tersebut kalah 6-3, 3-6, 3-6 dari petenis Belgia yang merupakan unggulan ketiga, Kim Clijsters.
Meskipun demikian, kegagalan itu tak lantas membenamkan jerih payah yang sudah diberikan petenis berusia 28 tahun tersebut. China tetap bangga dengan pencapaian pemain peringkat 11 dunia tersebut yang tercatat dalam sejarah sebagai petenis putri Asia pertama yang mencapai final sebuah grand slam.
"Dia bermain bagus, tetapi tersingkir. Dia tidak memiliki pengalaman seperti lawannya," ujar Pheobe Pei, 29, yang berkumpul dengan para sahabatnya di Beijing untuk menyaksikan partai final yang disiarkan secara langsung.
"Kami tetap mendukungnya dan merasa sangat bangga. Saya pikir dia akan memiliki kesempatan lagi untuk menang dan kami akan berada di sana untuknya," ujarnya.
Keberhasilan Li Na menembus final membuat dia menjelma jadi orang paling top di China. Dia pun mendapat julukan "Big Sister Na" dan "Golden Flower" di negeri tersebut.
Li Na sempat menguak harapan untuk menorehkan tinta emas dalam lembaran sejarah tenis Asia ketika mengalahkan pemain nomor satu dunia, Caroline Wozniacki di semifinal. Sayang, di partai puncak, Li Na justru gagal menaklukkan Clijsters, yang pada awal bulan ini dikalahkannya di final Sydney International.
Meskipun demikian, prestasi tersebut sudah cukup baginya untuk memengaruhi sebagian besar orang China. Mereka (China) menjadikan Li Na sebagai seorang model yang patut ditiru karena gaya bermainnya yang elegan, penuh senyum, dan mahir berbahasa Inggris. Semua itu bisa mengangkat pamor China di pentas internasional.
"Li menguasai jalannya pertandingan pada set pertama. Sayang, dia tak bisa menjaga momennya itu. Tetapi, sebagai orang pertama dari Asia yang mencapai babak tertinggi ini, dia sudah sangat mengagumkan," ujar Su Youbing, 32.
Berita pujian juga diturunkan agen berita Xinhua. Mereka tetap menyanjung Li Na meskipun kalah dari mantan pemain nomor satu dunia tersebut.
"Meskipun kalah di final, Li memperlihatkan kelasnya saat lawan Clijsters. Selain memberikan pujian, dia juga tetap optimistis dan penuh humor di depan para penonton," demikian tulisan Xinhua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.