”Perasaan saya benar-benar tidak enak. Terus terang saya berharap dia bisa bangkit dan kembali membangun kepercayaan dirinya,” kata Clijsters seusai pertandingan.
Hasil pertandingan antara sesama mantan pemain nomor satu dunia dengan angka mencolok ini cukup memalukan. Kekalahan Safina ini bahkan menjadi rekor skor terburuk yang didapat mantan pemain nomor satu dunia di ajang grand slam.
Ironisnya rekor buruk sebelumnya juga dicatat Safina ketika dikalahkan Venus Williams di babak semifinal Wimbledon dua tahun silam. Dinara Safina ini menjadi pemain putri mantan nomor satu dunia pertama yang mencatat kekalahan terburuk sejak sistem pertandingan ini dimulai tahun 1975.
Clijsters, yang telah meraih tiga gelar grand slam dan menjadi finalis Australia Terbuka tahun 2004, berusaha menghibur Safina dengan mengatakan, Safina masih punya banyak kesempatan untuk mengembalikan permainan terbaiknya.
”Ini hanya masalah kepercayaan diri. Permainan berikutnya dia sendiri yang akan menentukan. Tentu saja dia meraih peringkat nomor satu dunia bukan karena sebuah keberuntungan,” ujar Clijsters.
Tidak hanya Clijsters, penonton pun berusaha membantu Safina dengan memberi dukungan saat dia bertanding. Namun, semua dukungan itu tidak banyak membantu membangkitkan permainan Safina.
”Saya tidak tahu mengapa saya tidak bisa meraih poin. Sepertinya saya tak berdaya. Saya memegang kepala dan berpikir apa yang saya lakukan? Namun, saya tak menemukan jawaban,” ujarnya.
Dunia seakan runtuh bagi Safina. Kurang dari dua tahun lalu, Safina berada di puncak sebagai petenis nomor satu dunia. Kekalahan ini bisa melempar Safina keluar dari peringkat 100 dunia.