JAKARTA, KOMPAS -
Demikian dilontarkan mantan manajer tim nasional dan pengurus PSSI, IGK Manila, dalam diskusi Gerakan ”Save Our Soccer” di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Sabtu (8/1). ”Harus ada jalur yang bisa berhubungan dengan FIFA dan menyampaikan karut-marut sepak bola Indonesia serta minta solusi kepada mereka,” katanya.
”Bu Rita Subowo selaku Ketua KOI harus ambil peran dengan memanfaatkan jalur IOC,” lanjut Manila, manajer timnas terakhir yang membawa Indonesia juara ASEAN di SEA Games 1991.
Mengingat Rita dan Blatter sama-sama menjadi anggota aktif IOC, peran tersebut seharusnya tidak sulit dilakukan Rita. Dalam beberapa kesempatan, Rita sendiri mengaku berteman baik dengan Blatter, yang kini menjaring dukungan untuk memperpanjang jabatan dalam pemilihan Presiden FIFA, Juni mendatang.
Ketika Indonesia menggelar Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) tahun lalu, Blatter juga mendukung. Seusai KSN, sejumlah kalangan berencana melaporkan hasil dan rekomendasi KSN, termasuk borok-borok persepakbolaan nasional, kepada Blatter. Namun, hingga saat ini, rencana itu belum terlaksana.
”Jangan sampai Nurdin Halid (Ketua PSSI) dianggap pahlawan oleh FIFA,” lanjut Manila.
Diskusi juga dihadiri sejumlah suporter yang mendesak agar ada reformasi dan revolusi di tubuh PSSI. Hal senada disampaikan Hendri Mulyadi—suporter yang terkenal berkat aksinya ikut memainkan bola pada laga kualifikasi Piala Asia 2011 Indonesia versus Oman—sebagai salah satu narasumber dalam diskusi itu.
”Saya senang berkumpul dengan orang-orang yang prorevolusi sepak bola Indonesia. Harus ada reformasi dan revolusi di PSSI,” kata Hendri. Pembicara lain dalam diskusi itu adalah akademisi dan pengamat sepak bola Effendi Ghazali.
Pembicara lain, Koordinator ICW Danang Widoyoko, mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit keuangan PSSI, yang mendapat Rp 20 miliar dana APBN, dan meminta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dana PSSI serta klub-klub yang menggunakan dana-dana APBD.
”Kasus dalam sepak bola harus dijadikan prioritas perhatian karena ada kepentingan publik,” ujar Danang. ”PSSI telah mendapat dana APBN dan klub-klub sepak bola (yang berlaga di kompetisi PSSI) juga memakai dana APBD. Kami hitung, sekitar Rp 720 miliar dana APBD yang telah digunakan klub-klub Liga Super dan Divisi Utama.”
Sejumlah elemen masyarakat, termasuk ICW, telah memutuskan untuk menyoroti lebih serius kasus penyelewengan dana-dana APBD di klub-klub sepak bola. ICW juga mendukung langkah KPK yang telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki dana di PSSI dan penggunaan APBD di klub-klub sepak bola.