Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Melangkah ke Level Asia dan Dunia

Kompas.com - 17/12/2010, 05:15 WIB

Oleh KORANO NICOLASH LMS

Agar pencak silat bisa dipertandingkan pada ajang multicabang yang lebih tinggi dari SEA Games, Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia ataupun Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa harus segera melakukan perubahan mendasar terhadap teknik silat dan sistem penilaian. Jika tidak, seni bela diri asli Indonesia ini tidak bergerak ke mana-mana.

Saat ini, ketika Indonesia bersiap untuk menjadi tuan rumah SEA Games XX-VI-2011 Palembang-Jakarta, beban pun lebih berat. Bagi Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (PB IPSI), tak ada kata lain, mereka harus menggarap atletnya sedemikian rupa agar bisa merajai cabang yang lahir dari negerinya sendiri.

Apalagi, sebagai tuan rumah, secara keseluruhan Indonesia telah mencanangkan diri untuk menjadi juara umum SEA Games 2011. Artinya, PB IPSI pun harus memberikan kontribusi.

Pada SEA Games Laos 2009, Indonesia hanya menempati urutan keempat di cabang pencak silat dengan 2 medali emas, 3 perak, dan 3 perunggu. Yang menggaet medali terbanyak adalah Vietnam, disusul Malaysia dan Thailand. Secara keseluruhan, mulai SEA Games 1999 di Brunei hingga SEA Games 2009 Laos, Indonesia tak pernah lagi menjadi juara umum. Praktis,

Indonesia kerap berada di bawah Thailand dan Malaysia.

Lompatan dari urutan ketiga menjadi juara umum bukan berarti PB IPSI ataupun pengurus cabang olahraga harus lebih mendadar secara istimewa atlet-atletnya yang dipercaya untuk mencatat sejarah manis.

Sudah tercoreng

Sayangnya, SEA Games 2011 belum terselenggara, wajah Indonesia sudah tercoreng dengan kejadian yang sangat memalukan (Kompas, 15/12). Ulah penonton, yang juga merupakan mantan atlet pencak silat Indonesia, menimbulkan pertanyaan soal sportivitas. Yang lebih memalukan, kejadian tersebut terjadi di Kejuaraan Dunia Pencak Silat XIII-2010 yang tengah berlangsung di Padepokan Nasional Pencak Silat, Jakarta Timur, 12-17 Desember. Pemukulan yang dilakukan Hariki dari Perguruan Pencak Silat Pamor terhadap ofisial Vietnam tersebut itu terjadi saat pesilat Indonesia, Pranoto, akan melakukan revans di kelas J. Maklum, di SEA Games 2009 Laos, Pranoto kalah dari Nguyen Thanh Quyen yang memang terlihat jauh lebih baik dalam teknik tendangan, sapuan, ataupun dalam menangkis serangan.

Di depan pendukungnya sendiri, Pranoto kalah angka cukup telak sampai saat pertarungan babak ketiga belum dihentikan. Hampir semua wasit memberikan nilai kemenangan untuk Quyen. Nilai itu tidak termasuk beberapa kali pelanggaran Pranoto yang seharusnya dapat potongan nilai dari wasit.

Setelah penyerangan Hariki terhadap Nguyen Ngoc Anh, yang merupakan Tim Manajer Vietnam, Pranoto mendapat keuntungan. Ia bisa melangkah ke babak semifinal, menyusul pengunduran diri Quyen.

Jangan ulangi

Tentu, kejadian seperti itu tidak boleh terjadi lagi, terutama di SEA Games XXVI-2011 yang tinggal hitungan bulan. Sebagai tuan rumah, kemenangan justru harus mampu diraih dengan jiwa pendekar. Bukan dengan cara berkonspirasi di meja wasit/juri yang juga sudah mendapat protes keras pada Kejuaraan Dunia Pencak Silat XIII-2010.

Namun, kalau kita menelisiknya lebih mendalam, program menjadi juara umum di cabang pencak silat akan sangat sulit untuk terwujud. Lihat saja, hingga menjelang pertarungan babak semifinal kejuaraan dunia berakhir, kontingen Vietnam mampu mengirimkan sembilan pesilat dari nomor tarung ke babak final. Sementara itu, Indonesia hanya bisa meloloskan delapan pesilat.

Dengan begitu, kalaupun Indonesia bisa unggul dari Vietnam, jelas itu karena kemungkinan Indonesia akan ”mencuri kemenangan” dari nomor seni. Itu pun bila diyakini kemampuan Indonesia pada nomor seni jauh lebih baik dari Malaysia, Singapura, atau Brunei.

Jadi, tidak ada pilihan lain selain benar-benar menyiapkan atletnya dengan jauh lebih ilmiah. Artinya, sebagai cabang bela diri yang tidak terukur, setiap pesilatnya sudah harus mampu memiliki kemampuan tendangan yang sempurna, pukulan yang tepat sasaran, dan mampu menangkis serangan lawan. Di samping, tentunya fisik mereka harus berada pada titik maksimal.

Bekerja sama

Selain menyiapkan atlet, PB IPSI juga harus mulai bekerja sama dengan Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa (Persilat) agar dapat memberikan masukan guna perbaikan sistem pertarungan dan penilaian yang jauh lebih baik. Lihat saja revolusi penggunaan elektronik yang terjadi pada cabang taekwondo yang untuk pertama kalinya dilakukan di Asian Games XVI-2010 Guangzhou, China. Setiap atlet taekwondo harus menggunakan kaus kaki yang sudah dilengkapi dengan sistem elektronik guna mengetahui masuk tidaknya suatu tendangan yang dilepaskan setiap atlet ke lawannya.

Tentu pada SEA Games 2011, PB IPSI ataupun Persilat harus mampu menyajikan pertandingan pencak silat yang semakin sempurna penilaiannya sehingga tetap menarik untuk ditonton.

Dengan usianya yang telah 30 tahun, Persilat seharusnya menjadi organisasi dunia yang jauh lebih matang. Dengan begitu, bukan tidak mungkin pencak silat suatu saat juga dapat dipertandingkan di Asian Games atau bahkan Olimpiade.

Jelas tidak cukup jika PB IPSI dan Persilat yang memperjuangkan nasib cabang olahraga ini. Seharusnya, Komite Olimpiade Indonesia (KOI) juga ikut dalam memperkenalkan dan mendorong agar seni bela diri asli Indonesia ini juga bisa mencapai laga multicabang Asia atau bahkan dunia. KOI tidak cukup hanya menjadi pembagi medali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com