Bertanding di O2 Arena, London, Minggu (28/11) Federer menang 6-3, 3-6, 6-1. ”Sulit melukiskan perasaan saya setelah melalui musim yang melelahkan ini. Saya butuh istirahat sekarang,” ujar Federer. ”Yang pasti saya sangat bahagia karena melalui pekan yang luar biasa dari awal sampai akhir.”
Pada final nomor ganda, pasangan Kanada/Serbia, Daniel Nestor dan Nenad Zimonjic, mengukuhkan diri sebagai yang terbaik dengan mengalahkan ganda India/Belarus, Mahesh Bhupati/Max Mirnyi, 7-6 (6), 6-4. Ini merupakan gelar kedua pasangan Nestor/Zimonjic pada turnamen tutup tahun setelah sebelumnya pada 2008.
Bertajuk ”The Ultimate Finale” karena mempertemukan dua petenis paling tinggi peringkatnya, laga Nadal dan Federer nyaris tanpa drama. Meski masing-masing mencoba mengeluarkan segala kemampuan terbaik, nyaris tidak ada momen spesial. Secara umum, Federer yang lebih fasih bermain di lapangan keras lebih dominan, terutama dalam penempatan servis pertama yang menyudut di sisi pengembalian backhand Nadal.
Nadal—yang dari babak round robin tak terlalu mantap penampilannya, terutama saat menghadapi Andy Roddick dan Andy Murray di semifinal—kehilangan momentum di poin penting yang membuatnya patah servis di game kedelapan set pertama dan game keempat set ketiga. Sesekali pukulan andalannya, forehand inside out, memang memberikan angka, tetapi pemuda asal Manacor, Spanyol, itu terlalu banyak membuang angka akibat unforced error dari sisi backhand.
Sempat menekan dan mendapat angin dengan memaksa Federer melakukan running forehand, Nadal benar-benar tak berkutik ketika sang maestro Swiss itu berbalik menekannya lewat pukulan forehand yang tajam dan tipis di bibir jaring.
Federer yang sejak round robin tidak pernah kehilangan satu set pun sangat cerdik dengan tidak membiarkan Nadal merajalela dengan forehand-nya yang punya tingkat putaran (spin) sangat tinggi. Dengan determinasinya yang luar biasa, baik di garis belakang maupun menyerang, Federer memaksa Nadal membuat kesalahan sendiri. Servis Federer, terutama dari sisi deuce court yang selalu melebar ke arah backhand Nadal, juga menjadi poin penting kemenangannya di malam yang sangat dingin itu.
Kunci kemenangan Federer terjadi pada game keempat set ketiga saat berhasil memaksakan deuce dan mendapat dua winner dari dua pukulan indah yang tajam menghunjam lapangan permainan Nadal.
Selain cerdiknya Federer, Nadal pun tampak tidak all-out di beberapa momen penting. Petenis berusia 24 tahun itu seakan kehabisan energi untuk mengimbangi Federer yang lima tahun lebih tua. Namun, Nadal membantah dia terlalu letih. ”Bukan itu alasan kekalahan saya. Federer bermain fantastik dan agresif di permukaan yang dia sukai. Saya memang kalah hari ini,” papar Nadal.
Meski hambar, pertemuan antara Nadal dan Federer merupakan final ideal karena keduanya memang paling konsisten dalam tiga musim terakhir, selain menjadi peringkat pertama dan kedua dunia. Bahkan, mereka adalah pemegang 21 gelar grand slam dari 23 gelar terakhir. Federer menyabet 12 gelar, sementara Nadal mendapatkan 9 gelar. Mereka juga bergantian sebagai petenis peringkat pertama dalam tujuh tahun terakhir. Dan ini adalah untuk pertama kalinya sejak 1993, final yang mempertemukan dua petenis tidak terkalahkan di babak round robin.
Final antara dua petenis yang disebut-sebut punya rivalitas paling indah dalam sejarah olahraga modern ini juga mencatat sejarah lain. Inilah untuk pertama kalinya dalam 24 tahun, dua petenis peringkat pertama dan kedua berjumpa di laga puncak akhir tahun. Dua petenis terakhir dengan status istimewa ini adalah Ivan Lendl dan Boris Becker pada 1986.
Selain merebut hadiah 1,6 juta dollar AS, Federer yang memainkan finalnya yang keenam di turnamen tutup tahun juga menorehkan sejarah sebagai pemain ketiga dalam 41 tahun sejarah turnamen sebagai pemain yang membukukan lima gelar.