SEMARANG, Kompas.com - Pelatih Triyaningsih, Alwi Mugiyanto, mengaku merasa "kecolongan" informasi pada nomor lari maraton (42,195 kilometer) saat anak didiknya tampil pada Asian Games XVI di Guangzhou, China, Sabtu (27/11).
Alwi Mugiyanto ketika dihubungi dari Semarang, Senin, mengatakan, ternyata beberapa negara peserta menyimpan pelari utamanya pada ajang uji coba, lomba lari di Hongkong sebelum Asian Games. "Peraih medali emas dan perak pada Asian Games yang berasal dari tuan rumah China tidak tampil di Hongkong, sehingga saat itu kita begitu percaya apabila Triyaningsih mencapai catatan waktu dua jam 31 menit sudah pasti meraih medali," katanya kepada Antara.
Ternyata, kata Alwi Mugiyanto yang juga pelatih sekaligus pembina Klub Atletik Lokomotif Salatiga, Jateng, tersebut, pelari utama bisa mencapai catatan waktu yang sangat singkat. bahkan melebihi catatan waktu juara dunia maraton putri dari Rumania (dua jam 29 menit).
Triyaningsih gagal meraih medali pada Asian Games setelah pada nomor lari maraton hanya menempati peringkat keempat dengan catatan waktu dua jam 31 menit 49 detik, sedangkan peraih emas (Zhou Chunxiu dari China) mencatat waktu dua jam 25 menit.
Peraih medali perak adalah juga pelari tuan rumah, Zhu Xiaolin, sedangkan perunggu direbut pelari Korea Utara, Kim Kum Ok.
Ia mengakui, hasil pada nomor maraton itu memang belum memuaskan karena tidak meraih medali, tetapi secara umum penampilan Trianingsih cukup baik karena mampu memecahkan rekor nasional atas nama kakaknya sendiri, Ruwiyati (dua jam 34 menit 33 detik).
Sementara itu pada nomor lari 10 kilometer, Triyaningsih juga gagal menyumbangkan medali karena hanya masuk finish di urutan kesembilan dengan catatan waktu 33 menit 07,45 detik (33:07,45). Padahal catatan waktu terbaik Triyaningsih untuk nomor tersebut adalah 32 menit 49 detik saat meraih emas SEA Games 2009 di Laos.
"Terus terang kita memang melepas nomor ini karena pesaingnya sangat berat. Daripada tidak dapat apa-apa lebih baik kita konsentrasi ke maraton (akhirnya juga gagal)," katanya.
Peraih medali emas untuk nomor ini adalah pelari India, Preja Sreedharan dengan catatan waktu 31:50,47 detik, sedangkan perak juga direbut pelari India, Kavita Raut (31:51,44), sedangkan perunggu diperoleh pelari Bahrain, Shitay Habtegebrel (31:53,27 detik).
Ketika ditanya pengalaman dan pelajaran yang bisa diraih saat tampil di Guangzhou, dia mengatakan, dirinya perlu lebih banyak membaca soal prestasi atlet maraton dunia untuk membandingkan dengan atletnya.
Kemudian, lanjut dia, atlet juga perlu lebih banyak mengikuti event-event lari dunia. "Kalau hanya tingkat Asia percuma karena mereka sudah pasti menyimpan pelari utama dan baru diturunkan tingkat dunia," katanya.
Menurut dia, kalau tingkat Asia biasanya yang diturunkan adalah pelari lapis kesatu, kedua, dan seterusnya sedangkan pelari utamanya dimainkan di tingkat dunia. "Saya kira pengalaman bertanding di Asian Games sangat besar manfaatnya untuk dijadikan pelajaran untuk menghadapi laga-laga selanjutnya. Triyaningsih yang menempati peringkat keempat Asia bisa dikatakan masuk lima besar dunia karena juara dunia ya’ hanya itu-itu saja," katanya.