Triyaningsih (22) baru saja menyelesaikan sesi latihan pagi di lintasan lari tak jauh dari Padepokan Atletik Lokomotif di Salatiga, Jumat (22/10). Hari itu, kurang lebih selama tiga jam dia berlari. Menjelang ajang Asian Games di China November mendatang, dalam sepekan Triyaningsih harus berlari lebih dari 200 kilometer.
Peraih dua medali emas pada dua SeaGames terdahulu ini, pada Asian Games mendatang bakal berlaga di nomor 10 kilometer dan maraton. "Wah, enggak bisa main-main mau persiapan Asian Games. Skripsi saja terpaksa terus tertunda," tutur Triyaningsih.
Bagi Triyaningsih, apa yang dia lakukan bagi negara, berikut pengorbanan waktu dan tenaga, merupakan salah satu bentuk memperingati Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menjadi tonggak kebangsaan Indonesia.
"Saya berbuat yang terbaik, termasuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih di negara orang lewat kemampuan di bidang olahraga," tuturnya.
Hal serupa juga diakui Hamid (17), adik tingkatan Triyaningsih di Padepokan Atletik Lokomotif. Ia baru sekitar setahun terakhir menyeriusi atletik sebagai ajang berprestasi. Dia rela hanya bisa setahun sekali berkumpul keluarganya di Wonosobo. Hari-harinya dihabiskan di Salatiga, dari sekolah ke lintasan lari, dan ke asrama padepokan untuk rehat.
Rutinitasnya setiap Senin-Jumat, 04.30 hingga 06.30 berlatih lari, pukul 07.00-14.30 bersekolah di SMAN 3 Salatiga. Setengah jam kemudian, ia sudah harus kembali ke lintasan lari hingga pukul 17.00.
"Kadang suka diledek teman di sekolah. Kalau terlambat dibilang habis jualan dahulu pagi-pagi," tuturnya sambil tersenyum.
Selain itu, ada pula beberapa guru yang kurang mendukungnya dan kerap memarahi jika terlambat masuk sekolah usai berlatih lari. Namun, ia mengaku itu jalan yang dia pilih. Ia ingin mengisi masa mudanya dengan prestasi. Ia bercita-cita merebut medali emas di ajang internasional.
Hamid meraih medali perunggu untuk nomor 1.500 pada Kejuaraan Nasional Remaja di Jakarta tahun 2010, medali perak untuk nomor 5.000 meter pada Kejuaraan Antar-Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga.
Merly Aclin Nuasizta Klaas (20), punya cara lain untuk mewujudkan Sumpah Pemuda. Di tengah kondisi bangsa yang kian karut-marut akibat pengutamaan kepentingan-kepentingan pribadi maupun kelompok, ia mencoba berbuat sesuatu melalui aktivitas di senat mahasiswa.
"Walaupun ada juga organisasi kemahasiswaan yang juga sudah disusupi kepentingan-kepentingan. Itu yang harus diubah," ujar mantan pejabat sementara Ketua Senat Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga itu.
Syaiful (19), Arum (20), Ruly (20), dan Rahtia (20) memilih bergabung dalam lembaga semi otonom di bawah Koperasi Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Solo, bernama Katera, di sela kegiatan kuliah. "Keterampilan ini tidak kami peroleh di bangku kuliah. Kami yakin ini berguna untuk kehidupan nyata kami setelah lulus kuliah," kata Syaiful.
Arum mengatakan, dengan pengalaman berorganisasi, mereka jadi punya wawasan setelah lulus, tidak sekadar menggunakan ijazah untuk melamar pekerjaan, melainkan menciptakan usaha baru yang dapat menyerap tenaga kerja. (GAL/EKI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.