JAKARTA, KOMPAS.com - Prestasi bulu tangkis Indonesia pada kurun waktu dua tahun terakhir nyaris berada di titik nadir. Dalam ajang bergengsi yang dulu pernah dikuasai Indonesia seperti All England maupun perebutan Piala Thomas, tim Merah Putih selalu kandas.
Lawan klasik seperti Malaysia, China, Korea Selatan dan Denmark menjadi batu sandungan. Tidak hanya itu, sekarang banyak muncul kejutan dari negara "antah berantah" seperti Malaysia di tunggal putri dan ganda putri, India di tunggal putri maupun Jepang yang sudah mulai menata kembali kekuatan di putri. Sementara itu Thailand selalu menjadi pengintip di nomor tunggal putra dan ganda putra.
Jika tak diwaspadai, nama besar Merah Putih di pentas bulu tangkis internasional bisa-bisa tinggal menyisakan nama. Kuncinya adalah regenerasi, karena ditengarai saat ini Indonesia sudah kehilangan satu tingkat. Setelah era emas di zaman Alan Budikusuma, Susi Susanti sampai Taufik Hidayat, Indonesia nyaris tak bisa berbicara.
"Kita memang seperti kehilangan satu generasi, entah karena terlena atau sistem pelatihan yang tak sesuai, yang jelas kita harus bekerja keras untuk mengembalikan hegemoni ini, apalagi karakter masyarakat luas yang sepertinya menganggap bulu tangkis hanya sekadar permainan hobi dan mengisi waktu luang semata, bukan untuk prestasi," tutur Prof Hardhono Susanto, Peneliti dari AC Nielsen, lembaga yang baru saja menggelar survei mengenai bulu tangkis di mata masyarakat luas.
AC Nielsen sendiri baru saja memaparkan tentang temuan mereka yang disajikan bersama beberapa praktisi bulu tangkis lainnya seperti Ian Situmorang, mantan atlet Fung Permadi, Hariyanto Arbi dan Ivanna Lie, Kamis (30/7).
Menurut Ivanna Lie dan Susi Susanti yang dihubungi terpisah, Indonesia saat ini memang bermasalah di nomor putri, entah itu tunggal putri maupun ganda putri. Musuh utama tak lain datang dari China dan akhir-akhir ini muncul kekuatan baru dari Malaysia.
"Putri kita memang masih lemah, saya sendiri tidak tahu kenapa, tapi mungkin hambatan terbesar ada pada sisi peningkatan mental terutama jika bertemu tunggal China. Fisik juga menjadi masalah," ucap Susi.
Peraih medali emas di Olimpiade Barcelona itu menyebutkan, langkah PB PBSI yang mengajak para pebulutangkis Pratama ke Akademi Militer di Magelang adalah langkah bijak untuk mengasah komponen fisik dan mental.
"Teknik kita setara dengan mereka, hanya kadang pemain kita sudah grogi dulu, mereka juga unggul dalam regenerasi yang cepat dan unggul," tegas Susi.
Maria Kristin, Maria Febe Kusumastuti dan Adriyanti Firdasari bisa menjadi srikandi baru. Sayang, mereka seperti stagnan. "Tunggal dan ganda punya masalah yang sama, itu tak bisa dipungkiri," imbuh Ivanna Lie.
Hasil survei AC Nielsen mengungkapkan, langkah strategis yang harus cepat dilakukan adalah merancang program jangka menengah agar bibit muda di level putri bisa maksimal. "Jika tidak, putri makin tenggelam," tegas Susi. (BUD)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.