Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekor Rudy Diperjuangkan Jauh Sebelumnya

Kompas.com - 01/07/2009, 04:45 WIB

Terbitnya buku Panggil Aku King menghangatkan kembali persoalan kekalahan Liem Swie King dari Rudy Hartono pada final turnamen bulu tangkis All England 1976. Secara ”provokatif”, kulit belakang buku itu mempertanyakan kekalahan itu dengan pertanyaan, mengapa King ”kalah” dari Rudy, apa yang terjadi sebenarnya, dan mengapa pemilik Djarum, Budi Hartono, kecewa pada penampilan King waktu itu?

Inti dari semua pertanyaan itu adalah mengapa King kalah dari Rudy pada final yang berlangsung Sabtu, 27 Maret 1976, dengan umpire AR Jones dan service judge MB Russel itu. Pertanyaan berikutnya, adakah King mengalah? Lalu, mengapa dia mengalah? Kemudian, adakah sesuatu di belakang kekalahan itu?

Sebelumnya, perlu disampaikan dulu kondisi pertandingan itu berdasarkan laporan harian Kompas, buku Maestro karangan Teguh Budiarto (Pustaka Merdeka, Jakarta, 1980), Rajawali dengan Jurus Padi susunan Alois A Nugroho (Gramedia, Jakarta, 1986), dan Suharso Suhandinata, Diplomat Bulu Tangkis yang disusun oleh tim yang diketuai Justian Suhandinata (Jakarta, 1997), dan buku lainnya.

King dan Rudy bertemu di final setelah King mengalahkan Sture Johnson (Swedia) di semifinal dan Svend Pri (Denmark) di perempat final. Kedua pertandingan itu tidak terlalu sulit bagi King dan boleh dikatakan tidak menguras tenaga putra kelahiran Kudus itu. Ini berbeda dengan yang dialami Rudy Hartono. Memang pada perempat final penyandang gelar juara tujuh kali kejuaraan itu tidak susah menundukkan Paul Whetnall (Inggris), tetapi pada semifinal dia berdarah-darah menaklukkan pemain jangkung Denmark, Fleming Delfs.

Seadanya

Dengan telapak kaki mengelupas dan dengan tenaga terkuras, Rudy bertemu dengan King di final yang lebih segar. Beruntung bagi Rudy karena dalam jadwal, final tunggal putra adalah pertandingan keempat setelah tunggal putri, ganda putra, dan ganda putri.

Final sesama pemain Indonesia yang kelima di tunggal putra All England itu ternyata merupakan antiklimaks, bukan sebuah pertarungan yang menegangkan. Pemain muda King, yang masih segar dan bersemangat, tidak menunjukkan keberingasannya seperti pada babak-babak sebelumnya. ”Pada babak penentuan juara All England 1976, kedua pemain Indonesia nampak bermain ’seadanya’, tanpa menunjukkan seluruh kemampuan mereka,” begitu tulis Teguh Budiarto dalam buku Maestro.

Memang kedua pemain mempertontonkan kelihaian mereka dalam bermain, tetapi tidak seluruh kemampuan King dipertunjukkan. King pun sering memberikan bola tanggung yang dengan cepat disambar Rudy. Rudy menang 15-7.

Set kedua juga begitu. King hanya beberapa kali menunjukkan kehebatannya yang mendapat tepuk tangan penonton Wembley Arena, London. Selebihnya ia seperti menyimpan keperkasaannya itu. Dalam catatan Maestro, pada set pertama enam angka diperoleh Rudy karena kesalahan King dan pada set kedua sembilan angka karena hal yang sama.

Pada pukul 21.52 WIB Rudy menamatkan perlawanan King dengan 15-5 dan mengakhiri final pertama King di All England. Semua kalangan PBSI menilai pertandingan itu berlangsung dengan sebenarnya meski beberapa wartawan menyangsikan hal itu. ”Pertandingan yang seharusnya menjadi puncak dari sembilan tahun usaha keras ternyata tidak menyuguhkan pertandingan paling menarik bagi penonton yang membeludak dan jutaan penonton televisi,” tulis Tommy Marrs dalam Guinness Book of Badminton.

Dengan kemenangan itu, Rudy mencetak rekor yang sulit ditumbangkan: delapan kali juara, lebih satu dibandingkan dengan Svend Pri. Rudy punya kelebihan lain: tujuh dari delapan kali juara itu diraihnya berturut-turut. Berbeda dengan Pri yang berselang-seling. Nama Rudy dan Indonesia akan terus tercantum dalam daftar rekor All England. Itulah istimewanya.

Jauh hari

Gelar kedelapan Rudy tidak ditentukan pada hari itu. Jauh hari sebelumnya sudah ada rancangan dan tindakan kalangan PBSI untuk menuju ke situ. Situasi ”Perang Dingin” antara Blok Barat dan Blok Timur (Komunis) waktu itu ikut memberikan warna pada lika-liku perjuangan bulu tangkis Indonesia.

Tahun 1975 adalah tahun awal perpecahan organisasi dunia bulu tangkis. Blok Timur, dengan RRC sebagai kekuatan utama, mulai merangsek ke percaturan internasional. Dipelopori kalangan bulu tangkis Malaysia dan Thailand dan menggunakan organisasi Konfederasi Bulu Tangkis Asia (ABC, Asian Badminton Confederation) mulailah gerakan untuk menggembosi International Badminton Federation (IBF).

”Perjalanan Rudy Hartono ke All England 1976 bukanlah perjalanan mulus. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun 1976 merupakan tahun yang penuh dengan peristiwa yang menguras tenaga ekstra. Perjuangan tidak hanya di lapangan pertandingan, tetapi juga di meja perundingan. Di meja perundingan ini tidak kalah serunya dengan di lapangan pertandingan. Taktik, strategi, siasat diplomasi harus dilakukan, dengan kepala dingin, walau kadang-kadang hati membara.” Begitu tertulis dalam buku Diplomat Bulu Tangkis.

PBSI tadinya berharap Rudy bisa mencetak rekor pada 1975, tetapi Rudy kalah di final melawan Svend Pri. PBSI pun berusaha keras agar tahun 1976 Rudy menyabet rekor delapan kali.

Jauh sebelum pelaksanaan All England, kalangan bulu tangkis Asia sudah mencanangkan akan memboikot turnamen All England. Ancaman ini adalah buntut tak diterimanya RRC menjadi anggota IBF—salah satu sebabnya adalah RRC mengajukan syarat Taiwan dikeluarkan dari IBF. ABC meminta anggotanya, termasuk Indonesia, tidak mengirim wakil ke All England.

PBSI pun berusaha keras ”melawan” ancaman tersebut dan petinggi-petinggi PBSI pun berdiplomasi. Menggunakan tema pokok ”Eropa tidak ingin negara Asia lebih unggul”, pengurus PBSI meyakinkan rekan- rekannya bahwa Asia akan lebih unggul jika Rudy bisa merebut sekali lagi gelar juara, mengungguli Svend Pri. Alasan ini diterima ABC dan PBSI akhirnya mengirim pemain ke All England. Mereka yang dikirim adalah Rudy, Liem Swie King, Tjuntjun, dan Johan Wahjudi.

TD Asmadi Wartawan Kompas 1975-2003

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PUBG Mobile dan SSC North America Berkolaborasi, Hadirkan Mobil Sport Tercepat Dunia

PUBG Mobile dan SSC North America Berkolaborasi, Hadirkan Mobil Sport Tercepat Dunia

Sports
Hasil Thailand Open 2024, Rinov/Pitha Harus Puas Sampai Semifinal

Hasil Thailand Open 2024, Rinov/Pitha Harus Puas Sampai Semifinal

Sports
Tiga Alasan Persib Bisa ke Final Championship Series dan Akhiri Tren Lawan Bali United

Tiga Alasan Persib Bisa ke Final Championship Series dan Akhiri Tren Lawan Bali United

Liga Indonesia
Allegri Dipecat Juventus, Terima Kasih dari Pria Perancis dan Anak Legenda Milan

Allegri Dipecat Juventus, Terima Kasih dari Pria Perancis dan Anak Legenda Milan

Liga Italia
Borneo FC Siap Balas Dendam demi Kawinkan Gelar Liga 1 2023-2024

Borneo FC Siap Balas Dendam demi Kawinkan Gelar Liga 1 2023-2024

Liga Indonesia
Jelang Dortmund vs Real Madrid, Perut Niklas Sule Membuncit

Jelang Dortmund vs Real Madrid, Perut Niklas Sule Membuncit

Liga Champions
Penambahan Skuad Copa America 2024, Alejandro Garnacho Diuntungkan

Penambahan Skuad Copa America 2024, Alejandro Garnacho Diuntungkan

Internasional
Man City Vs West Ham: Guardiola Terbayang Drama 2022

Man City Vs West Ham: Guardiola Terbayang Drama 2022

Liga Inggris
Liverpool Vs Wolves: Tugas Terakhir Klopp, Selamat Tinggal yang Berat...

Liverpool Vs Wolves: Tugas Terakhir Klopp, Selamat Tinggal yang Berat...

Liga Inggris
Arsenal Vs Everton: Saat Arteta Berharap Bantuan Moyes dan West Ham...

Arsenal Vs Everton: Saat Arteta Berharap Bantuan Moyes dan West Ham...

Liga Inggris
Man City Vs West Ham: Pasukan Guardiola Tiap Detik Harus Sempurna

Man City Vs West Ham: Pasukan Guardiola Tiap Detik Harus Sempurna

Liga Inggris
Persib Vs Bali United: Teco Nyaman, Tak Lagi Main di Lapangan Latihan

Persib Vs Bali United: Teco Nyaman, Tak Lagi Main di Lapangan Latihan

Liga Indonesia
Como 1907 Proyek “1 Miliar Dollar”, Bos Hartono Tak Kejar Gengsi

Como 1907 Proyek “1 Miliar Dollar”, Bos Hartono Tak Kejar Gengsi

Liga Italia
Kevin Sanjaya Pensiun, Kesedihan Besar Oma Gill, Minions Akan Dirindukan

Kevin Sanjaya Pensiun, Kesedihan Besar Oma Gill, Minions Akan Dirindukan

Badminton
Timnas Indonesia Vs Irak: Kick Off Berubah, Permintaan dari Shin Tae-yong

Timnas Indonesia Vs Irak: Kick Off Berubah, Permintaan dari Shin Tae-yong

Timnas Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com