JAKARTA, SELASA - Mantan pelatih timnas pelatnas bulu tangkis, Tahir Djide mengaku sedang asyik membina sekitar 400 anak usia dini untuk menjadi pemain bulu tangkis.
Di laboratorium pelatihan anak yang didirikannya, BM 77 di Bandung, Tahir mengaku berusaha menempa anak-anak itu agar mau mencintai olahraga bulu tangkis. "Kecintaan itu timbul dari rasa menyukai adan adanya imbalan. Inilah yang ingin saya tumbuhkan pada anak-anak-nak ini," kata Tahir.
Karena para muridnya baru berusia 6-14 tahun, Tahir menahan diri untuk tidak terlalu keras kepada mereka. "Secara perlahan-lahan saya akan mulai menanamkan sikap disiplin melalui latihan-latihan yang lebih keras. Setelah mereka menentukan pilihan terhadap olahraga ini, mereka sudah harus siap untuk latihan yang lebih berat," kata Tahir dalam peluncuran buku MF Siregar di Jakarta, Selasa (11/11).
Tahun depan, Tahir Djide akan berusia 70 tahun. Ia mulai menangani pelatnas bulutangkis pada 1971, setelah kematian pelatih fisik Irsan. Dari tangan Tahir lahir muncul pemain-pemain dunia dengan fisik prima seperti Rudy Hartono, Tjuntjun/Johan Wahyudi, Christian/Ade Chandra, Icuk Sugiarto, Liem Swie King hingga Ardy BW, Ricky Subagja dan Taufik Hidayat.
Sebagai pelatih fisik, Tahir dikenal sebagai pelatih yang keras dan tidak sungkan untuk menghukum para pemainnya yang lalai. Namun ia kemudian mengakui bahwa keadaan sudah sangat berubah dengan dekade 1970-1990-an. "Para pemain sekarang motivasinya sudah berbeda. Mereka terkadang merasa tidak perlu berlatih fisik yang keras dan berdisplin," katanya.
Karena kondisi seperti inilah, Tahir Djide kemudian mengundurkan diri dari pelatnas pada 1 Maret 2008 menjelang perebutan Piala Thomas. "Saat itu saya berpikir, bagaimana mau merebut kembali Piala Thomas, bila para pemain tidak mau memperhatikan kondisi fisik mereka? saya pikr lebih baik saya kembali ke Bandung, mengurusi anak didik."
Kini, setiap hari Tahir datang ke lapangan yang terletak di jalan Padasuka, Bandung untuk melihat anak-anak asuhnya berlatih. Ia memperhatikan satu persatu muridnya, dari yang berusia 6 tahun hingga belasan tahun. "Saat usia dini, setiap anak harusnya menyukai olahraga. Setelah bakat terlihat baru kita pilih dan kembangkan bakat itu. Baru dia bisa jadi sebagai pemain," kata Tahir. Seperti moto dari klubnya, BM77,"A Champion Must Be made."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.