JAKARTA, SELASA - Jika Rancangan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (RUU KIP) kelak disahkan tanpa menghapus pasal 49, maka pers akan menhadapi masalah serius. Dengan alasan menyalahgunakan informasi publik, wartawan bisa dikenai sanksi penjara dua tahun dan atau denda Rp30 juta.
Karena itu, Dewan Pers menyatakan dukungan terhadap Koalisi untuk Kebebasan Informasi Publik yang terus melakukan lobi dan mendesak agar pasal 49 RUU KIP dihapuskan. "RUU KIP sudah dibahas tujuh tahun lalu. Lama, karena wakil pemerintah masih mempertahankan konsep rezim kerahasiaan. Dalam pembahasan, pemerintah ternyata menunjukkan sikap paradoksal," kata Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara, Selasa (26/2) di kantornya, jalan Kebun Sirih, Jakarta.
Menurut Leo, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat komit untuk memerangi korupsi dan akan menyelenggarakan pemerintahan secara bersih dan baik. Namun, mencermati RUU KIP, sangat bertolak belakang, paradoksal. Di pembahasan RUU KIP di DPR, pembantu presiden yakni menteri Kominfo, menteri BUMN dan menteri Hukum dan HAM masih mempertahankan paling tidak tiga pasal yang bertentangan dengan konsep kebebasan informasi.
"Pertama, Pemerintah ngotot mempertahankan ketentuan sanksi yang mengkriminalkan pengguna informasi. Pasal 5 ayat (1) menyebut: 'Pengguna informasi publik wajib menggunakan informasi publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi yang menyalahgunakan informasi publik, diancam pidana penjara paling lama dua tahun," jelasnya.
Menurut Leo, persoalan potensialnya, informasi publik itu justru diperlukan untuk memenuhi akurasi liputan investigasi. Kalau kegiatan seperti itu dapat dinilai melanggar Pasal 5 ayat (1) di atas, tidakkah ketentuan seperti itu berdampak melumpuhkan UU Pers?
Kedua, pasal 4 ayat (3) mensyaratkan bahwa pengguna informasi publik harus menyertakan alasan permintaan. Tidakkah ketentuan seperti itu berpotensi permintaan dapat ditolak?
Ketiga, demikian kata wakil ketua Dewan Pers itu, BUMN tidak masuk kategori badan publik, oleh karena itu tidak terbuka bagi publik dan pers. "Sudah menjadi pengetahuan publik ratusan BUMN selain rugi terus menerus, tetapi juga menjadi ATM bagi berbagai pihak. Kalau pers terlarang mentransparansikan kebobrokan-kebobrokan BUMN, adakah jaminan BUMN tersebut menjadi semakin bersih?" tanya Leo.
UU KIP seperti itu, menurut Leo, adalah UU paradoksal. Brand-nya keterbukaan, isinya kandungan rezim kerahasiaan. RUU KIP diawali dengan desain untuk memperkuat UU Pers, tetapi akan diakhiri dengan desain untuk melumpuhkan UU Pers. Paulus Budianto, mantan ketua Pansus RUU KMIP (KIP) 1999-2004 mengatakan, pasal 49 dulunya tidak demikian, tidak seperti yang sekarang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.