JAKARTA, Kompas.com - Olahraga atau gerak tubuh dapat menjadi pilihan yang paling aman dalam proses pemulihan pasien pasca-perawatan.
Hal ini diungkap oleh dr Zaini K Saragih, Sp.OK, dokter spesialis olahraga di Royal Sports Medicine Centre, Sunter, Selasa (19/4/2016).
"Dalam perkembangan ilmu medis modern, disadari bahwa pasca-perawatan, seorang pasien harus dikembalikan pada aktivitas kesehariannya. Karena itulah, tren sekarang di luar negeri, rumah-rumah sakit menyediakan ruang terbuka seperti taman ataupun ruang kebugaran. Tujuannya agar pasien melupakan sakitnya dan menggerakkan lagi otot-ototnya," kata Zaini.
Menurut dokter yang pernah menangani timnas PSSI ini memang sering ada keengganan pasien untuk menjalani terapi olahraga ini. "Banyak alasan untuk tidak menggunakan metode ini. Alasan utama adalah keengganan, malas bergerak, malas datang ke tempat kebugaran," kata zaini.
"Alasan lainnya adalah biaya. Menjalani terapi ini memang butuh biaya yang pastinya lebih mahal daripada sekadar minum obat. Lagi pula terapi ini kan tidak ter-cover oleh asuransi," lanjutnya.
Padahal, kalau dalam jangka panjang, terapi olahraga atau gerak ini tidak mempunyai risiko. "Bila mengonsumsi obat dalam jangka panjang, bagaimanapun akan ada efek buat tubuh."
Menurut dr Zaini, tren hidup sehat pada kaum urban di kota besar akan membuat kesehatan olahraga atau sports medicine semakin dibutuhkan. Apalagi olahraga yang dijalani kaum urban perkotaan ini semakin berat, seperti sepeda hingga triatlon. "Semua bentuk olahraga ini rentan menimbulkan risiko cedera dan butuh penanganan yang lebih mendalam dan komprehensif."
Meski begitu, Zaini menganjurkan para peminat olahraga itu tidak asal ikut-ikutan dalam memilih aktivitas olahraga mereka. "Apalagi mereka yang memulai aktivitas olahraga tidak secara kontinu dari usia muda. Memilih olahraga yang berat, seperti sepeda, running, atau bahkan triatlon, butuh persiapan fisik yang luar biasa," kata Zaini.
Ia menunjuk bahwa pemahaman orang tentang pentingnya kandungan air dalam tubuh saja tidak seragam. "Banyak yang ingin menurunkan berat badan mengenakan jaket saat jogging atau running. Akibatnya, tubuh kekurangan air yang keluar melalui keringat," ungkapnya lagi.
"Bila tubuh kekurangan air maka yang terancam mendapat gangguan adalah jantung kita. Apalagi bila kemudian terjadi heat stroke yang bisa menimbulkan hilangnya kesadaran."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.