Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia-Malaysia, Pertaruhan Prestise

Kompas.com - 23/05/2014, 09:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ada pikiran yang tak pernah terungkap di antara penggemar bulu tangkis, "China (sekarang Tiongkok), Korea, Denmark, bahkan Jepang sekali pun boleh juara Piala Thomas, asal bukan Malaysia!"

Pikiran serupa mungkin juga ada pada benak para penggemar bulu tangkis negeri jiran, Malaysia. Siapa pun silakan bawa Piala Thomas, asal bukan Indonesia!

Pemikiran ini sebenarnya bukan a historis. Ada sejarah panjang yang melatarinya. Semuanya bermuara pada persaingan dua bangsa yang pernah merasa serumpun ini, terutama karena latar belakang politik.

Malaysia—saat bernama Malaya—adalah kakak tertua di ajang Piala Thomas. Mereka tak tertandingi kekuatan-kekuatan Eropa antara 1949 hingga 1957, hingga munculnya kekuatan baru dari selatan, Indonesia.

Tim Piala Thomas Indonesia yang dimotori Tan Joe Hok dan Ferry Sonneville muncul bagai Caesar, datang, tanding, dan bawa pulang piala. Malaya sebagai old established forces tidak mampu membendung gelombang new emerging force, Indonesia. Ini kali pertama Piala Thomas dibawa ke Jakarta.

Namun, pemicu paling besar dari persaingan Indonesia dan Malaysia di ajang bulu tangkis, khususnya Piala Thomas, adalah era konfrontasi 1964-1967. Pemerintah Indonesia yang menganggap Malaysia merupakan negara boneka bentukan imperialis Inggris membawa masalah politik ke arena pertandingan. Karena itulah, Indonesia sempat keluar dari Komite Olimpiade Internasional (IOC).

Dalam kondisi seperti inilah, terjadi peristiwa Scheele yang membuat langgeng persaingan Indonesia dan Malaysia di bulu tangkis, khususnya Piala Thomas. Wasit kehormatan IBF (sebelum BWF) asal Inggris, Herbert Scheele, menghentikan pertandingan final Piala Thomas Indonesia-Malaysia di Istora Senayan dengan alasan penonton sudah mengganggu jalannya pertandingan.

Saat itu, Indonesia tertinggal 3-4, tetapi ganda putra tengah di atas angin dengan dukungan penonton. Scheele meminta pertandingan dihentikan dan IBF memutuskan diulang di Selandia Baru kemudian. Indonesia menolak dan Piala Thomas dipastikan "diberikan" kepada Malaysia.

Namun, rakyat Indonesia menganggap piala itu hanya "dititipkan" di Kuala Lumpur. Tiga tahun kemudian, pada 1970, Rudy Hartono dan kawan-kawan "merebut" kembali dengan mengalahkan tuan rumah Malaysia 7-2.

Namun, luka sudah telanjur terbuka dan membesar. Setiap kali bertanding di kandang lawan, para pemain menganggap ada tindakan tidak sportif yang dilakukan pihak tuan rumah untuk menjatuhkan moral lawan, termasuk dari panitia dan penonton.

Seperti dirasakan Alan Budi Kusuma dkk saat bertanding di final melawan Malaysia di Kuala Lumpur pada 1992. "Saat itu, kita dikerjain dengan hanya diberikan bus penjara sebagai sarana transportasi. Belum lagi, stadion tempat latihan yang dipenuhi para pendukung Malaysia," kata Alan.

Situasi serupa juga dirasakan para pemain Malaysia bila bertanding di Jakarta. Pada final Piala Thomas 1994, Ong Ewe Hock menganggap sikap panitia dan penonton sudah keterlaluan hingga ia merusak permainan sendiri dengan membuang-buang bola. Saat itu Malaysia kalah 0-3.

Kali ini, Simon Santoso dkk akan kembali bertemu dalam pertarungan prestise di semifinal Piala Thomas melawan Lee Chong Wei dkk. Namun, kali ini pertandingan berlangsung di tempat netral.

Berdasar statistik, Indonesia sudah 18 kali lolos ke final Piala Thomas dengan 13 di antaranya menjadi juara, sementara Malaysia 13 kali lolos ke final dengan 5 di antaranya menjadi juara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Brighton Dekati Kieran McKenna untuk Gantikan De Zerbi

Brighton Dekati Kieran McKenna untuk Gantikan De Zerbi

Liga Inggris
Mohamed Salah Beri Sinyal Bertahan di Liverpool, Masih Haus Trofi

Mohamed Salah Beri Sinyal Bertahan di Liverpool, Masih Haus Trofi

Liga Inggris
Kunci Sukses Penerapan VAR di Indonesia Ternyata karena Komunikasi Intens dengan FIFA

Kunci Sukses Penerapan VAR di Indonesia Ternyata karena Komunikasi Intens dengan FIFA

Liga Indonesia
Como 1907, Sentuhan Indonesia dalam Wajah Internasional Serie A

Como 1907, Sentuhan Indonesia dalam Wajah Internasional Serie A

Liga Italia
Link Live Streaming Drawing Piala AFF 2024, Mulai 14.00 WIB

Link Live Streaming Drawing Piala AFF 2024, Mulai 14.00 WIB

Timnas Indonesia
Arne Slot Belajar dari Guardiola, Bisa Hibur Liverpool seperti Klopp

Arne Slot Belajar dari Guardiola, Bisa Hibur Liverpool seperti Klopp

Liga Inggris
Juventus Tahan Bologna, Makna Pelukan Montero dan Thiago Motta

Juventus Tahan Bologna, Makna Pelukan Montero dan Thiago Motta

Liga Italia
Marc Klok Kecewa Tak Masuk Timnas Indonesia, Hormati Shin Tae-yong

Marc Klok Kecewa Tak Masuk Timnas Indonesia, Hormati Shin Tae-yong

Timnas Indonesia
Borneo FC Gagal Kawinkan Gelar, Pesut Etam Butuh Kedalaman

Borneo FC Gagal Kawinkan Gelar, Pesut Etam Butuh Kedalaman

Liga Indonesia
AC Milan Cari Pengganti Pioli, De Zerbi Menarik Hati Usai 'Nopetegui'

AC Milan Cari Pengganti Pioli, De Zerbi Menarik Hati Usai "Nopetegui"

Liga Italia
Alasan Liverpool Perkenalkan Arne Slot sebagai Pelatih, Bukan Manajer

Alasan Liverpool Perkenalkan Arne Slot sebagai Pelatih, Bukan Manajer

Liga Inggris
Daftar Skuad Argentina untuk Copa America 2024: Messi Ada, Tanpa Dybala

Daftar Skuad Argentina untuk Copa America 2024: Messi Ada, Tanpa Dybala

Internasional
Jadwal Malaysia Masters 2024, 3 Wakil Indonesia Beraksi pada Hari Pertama

Jadwal Malaysia Masters 2024, 3 Wakil Indonesia Beraksi pada Hari Pertama

Badminton
Jay Idzes 'Solid dan Konkret', Venezia Libas Palermo, Jaga Asa ke Serie A

Jay Idzes "Solid dan Konkret", Venezia Libas Palermo, Jaga Asa ke Serie A

Liga Italia
Hasil Bologna Vs Juventus 3-3: Drama 6 Gol, Nyonya Bangkit dalam 8 Menit

Hasil Bologna Vs Juventus 3-3: Drama 6 Gol, Nyonya Bangkit dalam 8 Menit

Liga Italia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com