Sekitar seminggu sebelum turnamen grand slam Wimbledon, mereka menyewa rumah yang hanya berjarak lima menit dengan berjalan kaki dari All England Club, tempat event digelar. Mereka tinggal bersama pelatih Marian Vajda, asisten pelatih Dusan Vemic, pelatih fisik Gebhard Gritsch, fisioterapis Miljan Amanovic, dan agen Edoardo Artaldi.
Ristic adalah Direktur Eksekutif Novak Djokovic Foundation dan tengah menyusun acara gala dinner yang akan digelar di Roundhouse, London, 8 Juli mendatang, atau sehari setelah final Wimbledon.
Acara ini diadakan untuk menggalang dana bagi anak-anak kurang beruntung di Serbia, negara yang masih berusaha bangkit dari kerusakan akibat perang yang memiliki efek mendalam pada DJokovic.
"Saat sekarang, kami mendengar suara kembang api. Ini membawa kembali perasaan tidak nyaman ketika dulu terbangun setiap tengah malam," ujar Djokovic. Dia berusia 11 tahun ketika tinggal di Belgrade dan NATO melakukan pengeboman pada perang Kosovo.
"Kadang, tidak ada uang 100 dollar (AS) di rumah kami. Tapi, orangtua saya memastikan kami tidak kelaparan, mendapatkan semua yang kami butuhkan dan memberi banyak kasih sayang. Saya punya kenangan indah saat bermain tenis ketika sekolah tutup," kenang sulung tiga bersaudara tersebut.
Di Wimbledon tahun ini, Djokovic berharap bisa meraih gelar keduanya setelah 2011. Dua pekan lalu, dia kembali gagal meraih gelar di French Open setelah kalah di semifinal dari Rafael Nadal.
Ristic yang menyaksikan langsung pertandingan tersebut tak bisa menyembunyikan kesedihannya. "Pada akhirnya, saya merasa lebih lelah secara emosi dibanding Novak. Kadang, berat bagi kami yang ada di sekitarnya melihat dia yang selama ini selalu menang, lalu kalah.
"Saya tahu dia akan senang dengan gelar ini (French Open), jadi saya sangat menginginkannya untuk dia. Tapi, dia petenis yang hebat saat kalah, sama seperti saat menang. Saya mencintai dia apa pun yang terjadi," papar Ristic.
Di tengah hubungan istimewa Djokovic dan Ristic, ternyata ada pihak ketiga yang selalu hadir di antara mereka. Dia bernama Pierre, seekor anjing mungil berwarna putih.
Mereka kerap menghabiskan waktu bersama, sekadar berjalan-jalan di taman, seperti saat berada di London.
"Orang berhenti untuk melihat Pierre. Lalu mereka melihat wanita cantik yang bersama dia, dan akhirnya mereka melihat pria yang biasanya memegang raket tenis. Pierre adalah superstar!" ucap petenis 26 tahun tersebut.
"Kami belum menikah dan tidak memiliki anak. Tetapi, rasanya kami seperti punya anak. Bagi kami, Pierre lebih dari sekadar anjing.
"Saat saya kalah dari Nadal di Paris, saya merasa sedih, sangat kecewa saat itu. Tetapi, ketika saya pulang ke rumah, Pierre menyambut dan langsung melompat ke saya, sangat senang melihat saya. Dia membuat saya tersenyum," kenang Djokovic.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.