JAKARTA, Kompas.com - Legenda bulu tangkis Indonesia, Rudy Hartono Kurniawan menyebut ada sindroma cepat puas pada para pemain Pelatnas Indonesia terutama menyikapi penampilan di turnamen luar negeri.
Hal ini diungkap Rudy menanggapi prestasi para pemain tunggal putra Indonesia yang masih belum maksimal. "Seringkali ada perasaan pada para pemain itu sudah puas apabila berprestasi pada tingkat nasional atau regional. Tak ada keinginan untuk menjadi juara di turnamen-turnamen luar negeri."
Rudy menolak bahwa padatnya jadwal turnamen yang diikuti menyebabkan para pemain sulit untuk mencapai prestasi maksimal. Ia menampik bahwa para pemain tersebut memiliki kewajiban untuk tampil di semua turnamen yang mencapai 24 turnamen dalam satu tahun.
"Para pemain itu kan yang mengerti kondisi fisik dan mental mereka. Jadi harus pandai mengatur jadwal pertandingan yang diikuti, jangan main asal ikut saja." kata Rudy yang pernah menjadi juara All England delapan kali antara 1968-1974 dan 1976.
Menilik pengalamannya pada masa lalu, Rudy menyebut dia selalu mempertimbangkan pemilihan turnamen yang diikutinya. "Saya misalnya punya target untuk juara di All England, maka pada turnamen sebelum atau sesudahnya saya tak menargetkan juara. Tetapi saya menargetkan setidaknya lolos ke babak final," ungkapnya di Jakarta, pekan lalu.
"Jangan seperti sekarang. Lolos di babak final atau semifinal, namun pada turnamen berikutnya tersingkir di babak pertama," katanya. "Ini kan menunjukkan tidak konsisten dan perencanaan yang tidak matang."
Rudy menyebut pada diri setiap pemain harus selalu ada perasaan haus gelar juara. "Ketika saya mengikuti turnamen-turnamen di Eropa di seputar penyelenggaraan All England, saya justru senang kalau saya gagal di turnamen sebelum itu. Jadi ketika saya turun di All England saya punya tekad kuat, saya ini belum juara dan di sinilah tempatnya saya juara," ungkap Rudy yang dibesarkan dan kemudian membesarkan PB Jaya Raya Jakarta ini.
Rudy menunjuk kasus tunggal putera peringkat utama dunia asal Jepang, Kento Momota. "Kalau dibilang jadwal pertandingan sangat padat, buktinya Momota bisa konsisten. Ia memilih secara selektif turnamen yang diikutinya dan dalam setiap turnamen ia tampil maksimal dengan setidaknya lolos ke babak final."
Kalau dibilang sebagai pemain Jepang ia memiliki tradisi kedisplinan dan semangat pantang menyerah, Rudy menolak. "Jaman saya dulu para pemain Jepang itu tak ubahnya seperti karpet, pembersih kaki kita dan selalu kita kalahkan. Jadi tak ada alasan. Kita punya tradisi juara, semangat yang seharusnya tak berubah dan juga semua fasilitas untuk berada di deretan juara. Tinggal pemainnya mau atau tidak?"