PADA hari Minggu lalu, 7 Oktober 2018, ada laga tarung yang dipromosikan oleh Ultimate Fighting Championship (UFC). Puncaknya adalah laga antara Conor McGregor (30) dari Irlandia, melawan Khabib Nurmagomedov (30) dari Rusia.
Dalam pertarungan perebutan juara kelas ringan UFC itu, Khabib mendominasi setiap ronde. Pada ronde keempat, pertarung Rusia itu memenangi pertandingan dengan TKO melalui submission.
Pertandingan ini adalah laga kedua terbesar sepanjang sejarah UFC. Jumlah penonton mencapai 20.034 orang, dan hasil penjualan tiket pun mencapai 17.200.000 dollar AS.
Kedua petarung, McGregor maupun Nurmagomedov, telah mengantongi bayaran yang terjamin, masing-masing sebesar 3 juta dan 2 juta AS dollar. Selain itu, laga tersebut juga menjadi laga pertama kembalinya Conor McGregor ke ranah UFC, yang sebelumnya pada tahun lalu, pernah bertarung tinju melawan Floyd Mayweather (41).
Baca juga: Pertahankan Sabuk Juara, Khabib Nurmagomedov Kalahkan Conor McGregor
Sayang, laga seru itu harus berakhir dengan sebuah insiden yang disebut oleh Presiden UFC, Dana White, sebagai “menjijikkan”.
Setelah memenangi pertandingan, Nurmagomedov terlihat adu mulut dengan salah satu anggota tim McGregor, hingga ia lalu melompat keluar arena pertandingan dan memukul orang tersebut.
Dua orang dari tim Nurmagomedov pun melompat masuk dan sempat memukul McGregor. Kericuhan yang dimulai oleh para atlet itu, juga berdampak pada penonton. Mereka terlihat ikut berkelahi di dalam maupun di sekitar arena pertandingan.
Selama ini, McGregor memang dikenal sebagi sosok yang suka memainkan suasana psikologis lawannya melalui perkataan yang kurang sopan dan provokatif. Ini sudah menjadi bagian dari strategi permainan McGregor, yang bertujuan untuk menguasai pikiran lawan, tetapi juga untuk mempromosikan pertandingan tersebut.
Di sisi lain, Nurmagomedov adalah sosok yang mengalami dan melihat sendiri berbagai dampak kemiskinan serta korban terorisme yang banyak terjadi di Dagestan, tempat tinggalnya.
Pertikaian antaraliran agama dan antaretnis di wilayah itu, membuat statistik terorisme di Dagestan tertinggi di Rusia.
Baca juga: Pembelaan Nurmagomedov Setelah Kericuhan di UFC 229
Maka, ketika kubu McGregor menyinggung latar belakang dan asal usul Dagestan itu, Nurmagomedov langsung menjawab, “Tarung UFC ini adalah olahraga yang terhormat, bukan sebuah olahraga trash-talking (penghinaan untuk mengintimidasi dan menjatuhkan mental lawan). Saya ingin mengubah keadaan. Jangan bicarakan agama dan kebangsaaan!”
Memang trash-talking sudah menjadi bagian dari olahraga, apalagi pada industri fighting, karena psikologi dan situasi yang dimunculkannya, memiliki peran yang cukup besar terhadap performa seorang atlet. Kekuatan mental dan profesionalisme menjadi kunci utama bagi para atlet untuk menjaga performa dan tingkat emosi.
Bagi seorang atlet seperti Floyd Mayweather, mungkin provokasi yang dilakukan oleh McGregor, dianggap lazim. Tidak demikian dengan Nurmagomedov yang memiliki latar belakang berbeda.
Baca juga: Awal Perseteruan Khabib Vs McGregor yang Berujung Kacau di Luar Arena
Halaman berikutnya: Pelajaran untuk olahraga Indonesia