KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo tak bisa hadir untuk menyaksikan acara Upacara Penutupan (Closing Ceremony) Asian Games 2018 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Minggu (2/9/2018), karena tengah meninjau langsung korban bencana di Lombok.
Namun, Presiden Jokowi sempat memberikan sambutan melalui video. Dia mengucapkan terima kasih atas kerja keras semua pihak sehingga Asian Games 2018 berjalan lancar, plus kepada para atlet yang telah mengharumkan nama bangsa.
"Saya meminta maaf tidak bisa menghadiri upacara penutupan Asian Games secara langsung karena saat ini saya sedang berada di Lombok," kata Presiden Jokowi dalam tenda pengungsian di Lombok, Minggu.
"Selamat dan terima kasih untuk kontingen di seluruh Asia yang ikut terlibat dalam ajang Asian Games kali ini," ujarnya.
Baca juga: Indonesia Jadi Tuan Rumah Olimpiade 2032? Bukan Sekadar Mimpi
Pada akhir sambutan, Jokowi berteriak, "Siapa Kita?" dan langsung dijawab "Indonesia!" oleh para pengungsi yang duduk di sekitarnya.
Jargon "Siapa Kita? Indonesia" itu awalnya dilontarkan Valentino "Jebreeet" Simanjuntak ketika membawakan siaran langsung pertandingan timnas Indonesia.
Pada Asian Games 2018, jargon itu semakin lantang diteriakkan oleh suporter Indonesia dalam mendukung para atlet Tanah Air.
Seperti dikutip dari harian Kompas,Minggu (2/9/2018), wajah-wajah semringah, senyuman merekah, tawa renyah, hingga pekikan meriah tumpah ruah dalam dua pekan ini. Lepas dari soal atlet jagoan menang atau kalah, energi gembira bergelora.
Hal itu dirasakan banyak orang ketika ternyata momen Asian Games 2018 melampaui soal pertandingan semata. Saat masyarakat kian jenuh oleh berbagai hal yang mudah memicu segregasi, Asian Games menjadi perekat.
Atmosfer di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, dan berbagai arena tanding lainnya, juga di Palembang, Sumatera Selatan, terasa seperti dunia tersendiri yang lama dirindukan.
Baca juga: JEO - Stadion Bung Karno, Mahakarya yang Diakui Dunia
Tak harus paham teknis, strategi, dan sistem penilaian dari semua cabang olahraga yang dipertandingkan. Cukup datang, bersorak, dan bersukacita.
Rasakan energi positifnya, sportivitasnya, dan tentunya semangat yang menguar. Suasana ini jadi terapi bagi yang tengah suntuk.
Saat gelaran maraton putri akhir pekan lalu, penonton Indonesia pun tetap antusias meski tak ada wakil pelari maraton putri dari Indonesia. Antoni Nata, warga Jakarta Utara, misalnya, datang ke lintasan di Jalan Mangga Besar untuk menonton pelari asal Bahrain, Rose Chelimo.
Di Hall A JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, di arena angkat besi, setiap hari kursi tribune berkapasitas 1.000 penonton selalu penuh. Manajer pertandingan angkat besi, Alamsyah Wijaya, terpukau dengan membeludaknya jumlah penonton.
"Biasanya kalau kejuaraan yang menonton hanya atlet dan pelatih, sekarang masyarakat biasa juga menonton," katanya.