MANADO, Kompas.com - Pelatih ganda campuran Richard Mainaky menganggap bulu tangkis Indonesia akan sangat kehilangan apabila Liliyana Natsir akhirnya menggantung raket usai perhelatan Asian Games 2018 mendatang.
Liliyana alias Butet memang telah mencanangkan Asian Games sebagai bakti terakhirnya sebagai pemain buat negara. Sebenarnya Liliyana telah mengutarakan keinginan mundur setelah meraih medai emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016 lalu. Namun keinginan itu ditunda karena target meraih medali emas ketika Asian Games berlangsung di Indonesia.
"Kalau dilihat dari kemampuan bermain, seharusnya Butet masih mampu bertahan hingga dua tahun mendatang. Namun karena cederanya juga cukup berat, ia menguatkan diri untuk memenuhi harapan terakhir di Asian Games," kata Richard di sela berlangsungnya Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis di GOR Arie Lasut, Manado, Minggu (6/5/2018).
Bagi Richard kemampuan Liliyana dan pasangannya Tontowi Ahmad masih sulit didekati ganda campuran Indoensia lainnya. Bagi Richard kemampuan pasangan ini memang sangat bergantung kepada Liliyana.
"Bagi saya pribadi, Liliyana itu pemain puteri terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Ia meraih medali emas Olimpiade, juara All England tiga kali, pernah juara dunia pula," kata Richard.
Semua prestasi ini dicapai adalah karena figur Liliyana yang disiplin, berambisi besar, tahan banting dan bisa menyesuaikan dengan pasangannya. "Ketika dulu berpasangan dengan Nova Widianto, Butet baru berusia 19 tahun, dibandingkan Nova yang 25. Namun ia bisa menyesuaikan diri dengan Nova sebagai leader," katanya. "Saat berpasangan dengan Tontowi, Butet sadar dirinya adalah senior dengan pengalaman yang lebih banyak. Jadi ia bersikap sebagai jenderal di lapangan."
Kelebihan individual inilah yang memudahkan siapa pun yang menjadi pasangan Liliyana. Hal inilah yang menurut Richard masih sulit terlihat pada para pemain ganda campuran yang ada. "Seperti itulah yang terjadi pada pasangan yang dulu snagat kita harapkan, Praveen Jordan dan Debby Susanto. Sebagai pemain Debby memiliki kualitas seperti Butet. Disiplin tinggi, mau kerja keras dan tekniknya pun komplit."
Namun ia menyayangkan harapan yang tinggi kepada pasangan ini akhirnya pupus karena pasangannya tak mampu mengimbangi. "Sayang Praveen Jordan terlalu cepat puas diri setelah menjadi juara All England. Setelah itu latihannya jadi tidak disiplin lagi, kemampuannya juga tidak bisa keluar. Dalam posisi ini kan sulit buat Debby yang sebenarnya sudah berkomitmen menunda rencana pernikahannya hingga usai Asian Games," lanjut Richard.
Richard berharap melalui ajang seperti Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis di Manado, para pencari bakat dapat menemukan bakat tersembunyi di wilayah ini. "Ketika meninggalkan Manado untuk latihan di Jakarta, Liliyana itu baru berusia 12 tahun. Setiap makan, nasi putihnya selalu basah air mata karena ia selalu menangis rindu kepada ibunya," katanya.
Namun dengan kegigihannhya, ia bisa menyesuiakann diri dengan lingkungan, mengatasi masalah pribadinya dan bahkan kemudian menjadi pemain yang menonjol setelah ditarik ke Pelatnas
Richard sendiri merasa percaya Tontowi/Liliyana akan menunjukkan kemampuan terbaik untuk memenuhi target meraih medali emas Asian Games 2018, Agustus mendatang. "Kita lihat satu kali lagi di ajang Indonesia Open. Tetapi saya yakin Owi/Butet pun punya passion tinggi untuk menjadi juara Asian Games di kandang sendiri."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.