SURABAYA, Kompas.com - Praktisi bulutangkis Justian Suhandinata menganggap bulu tangkis akan lebih maju jika ketua PBSI dipegang oleh pejabat negara atau perwira tinggi TNI.
"Sejarah membuktikan saat ketua umum PBSI dijabat oleh pejabat di pemerintahan atau TNI sangat sukses. Mereka membawa gerbong anggota dan pengurus yang berdedikasi, profesional, dan memiliki kecintaan yang besar terhadap bulutangkis Indonesia," kata mantan Waketum PP PBSI 1996-1994 dan mantan council member dan vice president Badminton World Federation (1986-2005 / 2010-2014) di arena Munas PBSI di Hotel Bumi Surabaya, Jatim, Minggu (30/10).
Berdasarkan pengalaman Justian mengelola bulutangkis Indonesia, setiap era kepengurusan PBSI selalu ada masalah yang harus dihadapi. "Namun ada satu masalah abadi yang tidak berbeda di setiap periode kepengurusan yaitu masalah soal kecukupan dana. Tanpa dana yang cukup, mustahil prestasi tertinggi bisa tercapai," katanya.
Namun dana yang cukup atau berlebihan, lanjutnya, tidak menjamin suksesnya organisasi. "Memimpin suatu organisasi olahraga harus mampu mengatasi multi masalah dan itu diperlukan seorang pemimpin yang mengabdi tanpa pamrih, kepemimpinan yang kuat dan tegas namun tidak otoriter. Serta berorientasi kepada kemauan untuk mengayomi atlet,klub, dan PBSI di daerah," katanya.
Justian mengatakan masyarakat bulutangkis Indonesia merindukan era emas saat PBSI dipimpin Try Sutrisno kembali terulang. Kala itu, Indonesia meraih 2 medali emas, 2 perak, dan 1 perunggu di ajang Olimpiade Barcelona 1992 serta berprestasi di ajang internasional lainnya.
Setelah era Try Sutrisno, ketua umum PBSI dipegang kalangan militer yaitu Suryadi (1992-1996), Subagyo HS (1996-2000), Sutiyoso (2004-2008) dan Djoko Santoso (2008=2012). Sementara kalangan sipil yang memegang PBSI adalah Chairul Tanjung (2000-2004) dan Gita Wirjawan (20012-2016).
Setelah era emas Try Sutrisno, Indonesia mempertahankan tradisi satu emas di Olimpiade 1996, 2000, 2004, 2008 dan 2016. Indonesia gagal meraih medali Olimpiade saat berlangsung di London pada 2012.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.