KOMPAS.com - Tidak pernah terbayangkan oleh Yusra Mardini untuk tampil di pesta olahraga akbar seperti Olimpiade Rio 2016.
Terlebih lagi, atlet renang dari kontingen pengungsi itu baru mengalami cerita mengerikan kurang dari setahun lalu.
Pada Agustus 2015, Mardini dan adiknya, Sarah, terpaksa meninggalkan Damaskus akibat perang berkecamuk di Suriah. Dengan perahu karet, mereka nekat menuju Pulau Lesbos, Yunani.
Dalam perjalanan, mesin perahu mati. Mereka pun mengalami dilema, harus menceburkan diri ke air guna melanjutkan perjalanan atau terus menunggu keajaiban di tengah Laut Mediterania.
Maklum, dari 20 penumpang, hanya ada tiga orang yang bisa berenang, termasuk Mardini dan Sarah. Namun, ketiganya nekat mengarungi laut dan mengajak 17 awak lainnya.
Mereka saling berpelukan untuk meredam dinginnya air laut. Sambil berpegangan ke perahu, mereka pun mendayung dengan tangan hingga mencapai tujuan.
"Tenggelam di laut adalah hal memalukan bagi saya. Sebab, saya adalah seorang perenang," ucap Mardini yang merupakan anak dari pelatih renang, Maret 2016.
First ever @RefugeesOlympic set to 'give hope' in Rio #Olympics pic.twitter.com/i4SCyTBnzl
— Olympic Channel (@olympicchannel) August 3, 2016
Cerita ini mengantarkan Mardini menjadi satu dari sepuluh nama terpilih untuk masuk kontingen pengungsi di Olimpiade Rio. Mereka mengungguli 43 kandidat lainnya.
Untuk kali pertama sepanjang sejarah, Olimpiade memberikan tempat untuk atlet dari negara konflik seperti Suriah, Etiopia, atau Sudan.
Awalnya, Mardini diproyeksikan baru tampil pada Olimpiade Tokyo 2020. Dengan usia 18 tahun, dia dianggap terlalu hijau.
Mardini malah menunjukkan perkembangan pesat selama pemusatan latihan di Nairobi, Kenya. Bahkan, menurut Sven Spannekrebs selaku pelatihnya, Mardini sangat menonjol daripada para koleganya.
"Banyak orang bisa menjadikan dia sebagai panutan. Mardini sangat fokus dan memiliki tujuan hidup jelas," ucap Spannekrebs.
Yusra Mardini is the first to compete for #RefugeeOlympicTeam in Women's 100m Butterfly today at 13:28 Rio time. https://t.co/gRcmwyh32F
— Refugee Olympic Team (@RefugeesOlympic) August 6, 2016
Singkat cerita, Mardini menjadi atlet pertama yang tampil pada Sabtu (7/8/2016). Berlomba di heat cabang 100 meter gaya kupu-kupu, Mardini menang dengan catatan 1 menit 9,21 detik.
Catatan itu tidak cukup membawa Mardini ke babak semifinal. Namun, perenang berusia 18 tahun itu tetap dihujani tepuk tangan dan sorakan dukungan penonton berkat perjuangannya menuju Rio de Janeiro.
Mardini kembali bertanding untuk cabang 100 meter gaya bebas, Rabu (10/8/2016). Harapan kembali terbuka untuk eks pencari suaka merealisasikan asa yang diutarakannya lima bulan lalu.
"Saya ingin membuat seluruh pengungsi bangga. Kami ingin menunjukkan bisa mencapai sesuatu meskipun harus melalui perjalanan berat," kata dia.