JAKARTA, Kompas.com - Eksistensi Bulu tangkis, Piala Thomas memang memiliki tempat tersendiri dalam sejarah bangsa Indonesia. Karena itulah, setiapkali jelang bertanding, para pemain akan meminta restu bertemu Pimpinan tertinggi Negara.
Jakarta, 1967. Tim bulu tangkis Indonesia akan mempertahankan supremasi sebagai juara bertahan Piala Thomas di Istora Senayan. Di final Indonesia bertemu Malaysia. Pertemuan kedua negara ini menjadi istimewa karena berlangsung saat baru saja lepas dari politik konfrontasi.
Sebelum final, Pejabat Presiden Jenderal Soeharto memanggil ketua umum PBSI Padmo Soemasto dan bertanya soal peluang tim Indonesia di final. "Berat pak. Tetapi kami akan berusaha," kata Padmo. soeharto kabarnya saat itu berkata,"Kalau begitu saya tidak akan datang ke Senayan."
Secara kekuatan, Indonesia sebagai juara bertahan memang tampil dengan tim paling lemah sepanjang sejarah Piala Thomas. Tim masih deperkuat pemain senior yang telah berusia di atas 35 tahun seperti Ferry Sonneville (36) dan Tan King Gwan (37). Meski diharap mampu memancing semangat para pemain muda, namun para pemain senior ini jutsru membuat Indonesia kehilangan poin.
Dan seperti itulah yang terjadi. Di malam pertama Indonesia tertinggal 1-3. Di malam kedua, dengan munculnya pemain tunggal muda usia Rudy Nio Hap Liang atau Rudy Hartono Kurniawan dan Ang Tjin Siang alias Muljadi, Indonesia mampu mengejar menjadi 3-4.
Dan di partai kedelapn terjadi peristiwa yang disebut skandal Scheele. ganda Agus Susanto/Muljadi mampu memaksa permainan rubber game menghadapi ganda utama Malaysia,
Ng Boon Bee/Tan Yee Khan. Ganda malaysia menolak melanjutkan permainan karena menganggap telah terjadi teror oleh penonton Istora.
Sejak gim kedua, para penonton tak henti-hentinya bernyanyi lagu-lagu wajib seperti, "Halo-halo Bandung," "Maju Tak Gentar," "Sabang sampai Merauke." Bahkan yang tidak berirama mars seperti, "Rayuan Pulau Kelapa," pun mampu dinyanyikan secara serentak.
Akhir final Piala Thomas 1967 pun akhirnya kita ketahui. Pertandingan dihentikan oleh wasit kehormatan Herbert Scheele. Final dipindah ke negara netral. Indonesia menolak dan dinyatakan kalah 3-6.
Jakarta 2016. hampir setengah abad setelah skandal Scheele, tim Piala Thomas menjalani ritual serupa menghadapi kepala negara untuk mendapat restu sebelum bertanding di Kunshan, Tiongkok. Presiden joko Widodo berkata singkat kepada Hendra Setiawan dkk yang kali ini datang sebagai penantang. "Berjuanglah dengan keras. Feeling saya kita menang," kata Jokowi.
Situasi tentu sudah sangat berbeda dengan setengah abad silam. Gelaran Piala Thomas kini dilaksanakan bersamaan dengan Piala Uber setiap dua tahun sekali. Berbeda dengan masa lalu yang dilangsungkan tiga tahun sekali. Tahun ini, putaran final Piala Thomas Uber akan dilangsungkan di Kunshan, Tiongkok pada 15-22 Mei 2016.
Dalam duania bulu tangkis era terbuka saat ini, persaingan sangat ketat. Para pemain baik di nomor tunggal dan ganda memiliki kemungkinan untuk bertemu lawan yang sama berkali-kali dalam satu tahun kompetisi. Baik di ajng super series atau pun di bawah itu. Meski tak dapat dibantah tekanan yang muncul di ajang Piala Thomas bagi banyak pemain dirasa lebih berat daripada di turnamen perseorangan. Mungkin hanya sedikit di bawah Olimpiade.
Di arena Piala Thomas, tim Indonesia tergabung di Grup B bersama India, Thailand dan Hong Kong. Peluang lolos ke babak berikutnya cukup besar. Di ajang ini yang menjadi favorit utama tentunya tuan rumah Tiongkok yang masih diperkuat tunggal utama dunia Chen Long, Lin Dan dan ganda Fu Haifeng/Zhang Nan.
Di dalam negeri pun, posisi bulu tangkis tidak lagi "sakral" dibanding limapuluh tahun lalu. Keberangkatan tim Piala Thomas (dan Uber) tak lagi menjadi berita utama halaman olahraga media massa. Tertimbun dengan berita Liga Eropa, MotoGP dan Rio Haryanto. Orang tak lagi tertarik mengutak atik peluang Indonesia merebut kembali Piala Thomas yang telah hilang sejak 2004.
Orang juga tak khawatir supremasi Indonesia sebagai pemegang Piala Thomas terbanyak (13 kali) terancam oleh Tiongkok (9 kali). Sementara dua negara lainnya adalah Malaysia (5 kali) dan jepang (1 kali).
Dalam situasi seperti inilah, Jokowi melanjutkan tradisi lama untuk menerima dan merestui keberangkatan tim Piala Thomas. Kata-kata,"Feeling saya kita menang," tentu
disambut dengan tertawa dan tepuk tangan. Tetapi kata-kata sebelum dari Jokowi yang meminta para pemain untuk berjuang maksimal dan keras, seharusnya punya makna dan arti serupa yang membuat kita mampu 13 kali menjadi juara Piala Thomas.