Dari kursi nomor 4C GA 192, seri B737-800, pesawat Garuda dengan logo Liverpool FC di badannya, yang menerbangkan saya ke bandara Kualanamu, Sumut, kusempatkan mengirimkan pesan singkat via WA ke mas Pramono Anung, menteri sekretaris kabinet yang sedang mendampingi Presiden Jokowi melakukan tugas negara di Belgia.
"Saya laporkan ke Bapak Presiden, saya lagi semobil sama beliau di Belanda," mas Pram membalas pesan saya, saat saya sampaikan informasi kalau per tanggal 19 April 2016 saya acting President PSSI.
"Genap usia PSSI 86 tahun saya emban tugas ini,"kataku. Pekerjaan berat. Berat karena posisi sepakbola kita dalam posisi terhukum; timnas kita tak boleh main ke luar negeri, begitu juga sebaliknya timnas luar negeri tak bisa main di dalam negeri.
Kongres FIFA tanggal 11-12 Mei 2016 di Meksiko akan mengambil keputusan untuk menghukum atau tidak 2 dari 209 anggotanya; Kuwait dan Indonesia.
Dinamis dan Galau
Sepakbola Indonesia sangat dinamis. Bahkan saat kompetisi dihentikan dan tim nasional terhalang sanksi FIFA untuk mengikuti berbagai kompetisi internasional, dinamika itu terus terjadi.
Fakta itu menunjukkan betapa kuatnya sepakbola mengakar di tengah-tengah masyarakat kita. Sudah tidak berbilang harapan berbuah kecewa sepanjang sejarah sepakbola Indonesia, tetapi para penonton tidak pernah berbalik badan. Selalu ada harapan untuk sepakbola Indonesia tetapi kegalauan senantiasa jadi pengiringnya.
Kita galau karena dinamika sepakbola itu lebih banyak terjadi di luar ketimbang di dalam lapangan.
Kita jadi was-was karena bola tidak hanya diperebutkan oleh 22 orang di lapangan hijau, tetapi ribuan orang yang merasa dirinya pantas menceploskan bola ke dalam gawang.
Hingga ketika akhirnya bola tidak lagi bisa ditemukan, kita saling lempar kesalahan, dan nasib 22 orang yang seharusnya berlaga di lapangan terlupakan begitu saja.
Lantas 260 juta lebih rakyat kita hanya bisa termangu-mangu melihat sepakbola Indonesia yang jauh lebih rumit dibanding politik. Dinamis sekaligus galau.
Lapangan bola pun berpindah ke kantor-kantor birokrat, legislator dan studio televisi.
Sepakbola Indonesia jadi rumit karena semua pihak sibuk mencari kesalahan bukan mencari pemenang.
Padahal tujuan sepakbola itu sangat sederhana sebagaimana termaktub dalam statuta FIFA Play to Win atau bermain untuk menang. Tujuan sederhana itu kemudian dibungkus lewat berbagai aturan demi terciptanya Fair Play dalam sebuah pertandingan.
Itu artinya segenap usaha harus dilakukan demi memenangkan pertandingan sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip Fair Play.