Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Audisi Bulutangkis, Suatu Keniscayaan

Kompas.com - 28/03/2016, 00:25 WIB
Tjahjo Sasongko

Penulis

BALIKPAPAN, Kompas.com - PP PBSI menganggap  kegiatan pencarian bibit pemain harus diintensifkan seiring dengan merosotnya popularitas aktivitas olah raga, khususnya bulu tangkis.

Dengan alasan ini PP PBSI menyambut baik kegiatan semacam Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis.  Hal ini diungkap Humas PP PBSI, Yuni kartika di acara Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis Djarum 2016 di Balikpapan, Minggu (27/03/2016).

"Sekarang ini tentu jauh berbeda dengan dulu. Anak-anak lebih tertarik dengan olahraga seperti futsal, basket atau yang bentuknya games lewat  gadget," kata Yuni.

Karena itulah setiap usaha untuk mencari bibit bulu tangkis dari tingkat paling dini akan sangat membantu PBSI mempertahankan hegemoni negara ini di dunia melalui bulu tangkis.

"PBSI sebagai badan yang bertanggungjawab pada prestasi olahraga nasional tentunya tertolong apabila  mendapat suplai bahan baku yang sudah jadi. Ini kan bisanya dibentuk di klub. Termasuk  pengenalan dan penguatan teknik, skill dan dasar-dasar latihan fisik," lanjut Yuni. "Di pelatnas semua hal tersebut akan dipertajam oleh korps pelatih dan pembina."

Meski pun begitu dukungan dari PP PBSi tidak diberikan secara langsung. Bantuan tersebut lebih bersifat tidak langsung  kepada klub-klub bulu tangkis. "PBSI mengeluarkan buku putih yang bisa menjadi pegangan klub dalam proses pembinaan. Di dalamnya termasuk standar minimal kondisi fisik pemain pelatnas seperti V02 Max, agility, kecepatan dll.

Buku panduan ini termasuk juga cara dan sarana untuk mencapai standar minimal tersebut. "Bukan berarti alat-alat yang digunakan harus mahal. Tetapi penggunaan alat apa pun,  pencegahan cedera dini dan teknik  latihan stamina modern seperti metode beep," lanjut Yuni, mantan pemain 1990-an.

Dengan adanya buku panduan ini, pihak PP PBSI berharap klub-klub kecil tidak tertinggal dalam memahami perkembangan permainan bulu tangkis modern. "Tinggal para pengurus dan pelatihnya saja apakah mau melakukan upgrading."

Namun  Yuni tidak menutup kenyataan bahwa  bila seorang pemain ingin maju, ia harus  berani mengambil keputusan pindah ke klub yang lebih besar. Baik itu melalui perpindahan biasa mau pun melalui audisi umum seperti yang dilakukan Djarum Foundation.

"Bagaimana di klub besar tersedia apa yang namanya fasilitas, metode latihan dan pengajaran teknik yang lebih baik dan lengkap.  Belum lagi  kesempatan berlatih atau bertanding ke luar kota menjadi lebih terbuka juga," lanjut Yuni.

Namun Yuni mengakui perpindahan pemain antarklub  -tertama buat yang berprestasi- berpotensi menmibulkan konflik. "Memang belum ada aturan yang jelas soal ini.  Hanya ada peraturan tertulis bahwa dalam soal perpindahan pemain, harus ada kesepakatan  antarklub asal dan klub peminat. Dalam hal ini uang transfer," lanjut Yuni.

Yuni mengakui  dalam proses perpindahan atau transfer ini poisisi pemain memang masih lemah. "Apabila tidak tercapai kesepakatan dari satu pihak saja, maka proses perpindahan tidak terjadi.  Dalam hal ini, pemain tidak memiliki  hak untuk pindah secara sepihak ke klub peminat atau ke klub apa pun, selama klub asal tidak mengeluarkan surat pindah."

Karena itulah pihak PBSI mengharap adanya sikap legowo perkumpulan apabila ada keinginan pemainnya untuk meningkatkan prestasi ke kub lainnya. "Sekarang ini beberapa klub besar lainnya seperti Mutiara Bandung atau pun PB Exist sudah melakukan pola rekrutmen seperti audisi umum meski skalanya tidak sebesar Djarum.  Dengan semakin banyaknya pilihan buat pemain, akan semakin mudah buat kami mendapatkan  bakat-bakat yang terpendam."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com