Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melupakan Tuan Armstrong

Kompas.com - 25/10/2012, 01:51 WIB

Oleh Anton Sanjoyo

”Lance Armstrong deserves to be forgotten. This is a crisis, the biggest crisis cycling has ever faced.”

Pat McQuaid

Tragedi Lance Armstrong sesungguhnya derita bagi dunia olahraga secara umum, bukan sekadar aib bagi cabang balap sepeda. Gema tragedi ini sangat nyaring dan merusak bukan lantaran tujuh gelar fenomenalnya sebagai juara Tour de France-nya dicopot, melainkan karena Armstrong telanjur sudah jadi pahlawan. Armstrong semula adalah inspirasi semua orang, terutama kaum muda sebagai atlet yang berjuang melawan kanker ganas, sembuh, dan kemudian bangkit sebagai juara.

Di hadapan kita sekarang, berbaris jutaan anak muda yang gelisah. Mereka bertanya, masih adakah kejujuran dalam balap sepeda, dalam olahraga, dan dalam kehidupan? Kelvin, seorang pebalap muda yang baru merintis kariernya, menulis surat terbuka kepada Armstrong. ”Karena Anda, semua orang di sekolah saya tidak bertanya apakah saya memakai doping atau tidak. Mereka bertanya doping apa yang saya pakai dan sudah berapa lama saya memakainya. Namun, saya tidak memakai dan tidak akan pernah. Terima kasih Lance, Anda telah menghancurkan olahraga yang sangat saya cintai ini.”

Bagi dunia balap sepeda profesional, pekan ini, memang menjadi sejarah paling kelam, seperti kata Pat McQuaid, Presiden UCI, badan tertinggi olahraga sepeda dunia. Bagaimanapun, atlet yang terlahir dengan nama Lance Edward Gunderson itu pernah menjadi pahlawan di hati banyak orang.

Tahun 1997, setahun setelah dinyatakan sembuh dari kanker testis, dia mendirikan Lance Armstrong Foundation atau yang kemudian populer dengan sebutan Livestrong Foundation. Yayasan ini menggalang dana untuk penelitian kanker, membangun kesadaran akan bahaya kanker, dan memberikan semangat penderita kanker untuk terus berjuang. Bekerja sama dengan produsen apparel Nike, yayasan kemudian merilis gelang silikon kuning yang fenomenal. Bertajuk ”Wear Yellow Live Strong” sejak 2004 gelang kuning itu terjual lebih dari 80 juta buah di seluruh dunia dan menyumbang setidaknya 25 juta dollar AS bagi yayasan.

Kini kita tahu, Armstrong bukan lagi pahlawan, dia pecundang. Semua itu bermula dari tuduhan USADA. Badan Antidoping Amerika Serikat itu mendakwa Armstrong secara sistematis dan kontinu mengonsumsi doping sejak 1998 sampai pensiun terakhirnya pada 2011. Pebalap dengan julukan ”The Boss” itu selalu menyangkal. Armstrong bahkan kemudian menggugat USADA di pengadilan Texas. Namun, hakim kemudian menghentikan gugatan hukum Armstrong. Patah arang, Armstrong kemudian menyatakan tidak akan membela diri lagi. Keputusan ini mendorong USADA untuk mencopot semua gelar yang didapatnya sejak 1 Agustus 1998. ”The Boss” juga dilarang membalap seumur hidupnya.

USADA kemudian menyerahkan laporan setebal kamus kepada UCI. Badan tertinggi olahraga sepeda dunia itu kemudian mencopot tujuh gelar Armstrong di Tour de France dan sejumlah gelar lainnya. Dalam pengantar keputusan itu pada 22 Oktober lalu, McQuaid bahkan mengatakan, pebalap kelahiran Texas, AS, 18 September 1971, tersebut tak lagi punya tempat di dunia balap sepeda dan harus dilupakan dari semua ingatan.

Namun, benarkah begitu? Kalau kita melupakan Armstrong, kita juga melupakan betapa dia dan timnya kala itu, US Postal Service (USPS), telah melakukan kejahatan paling buruk di dalam dunia olahraga. Ratusan saksi mata dan puluhan pebalap, belasan di antaranya rekan di tim USPS, telah memberikan kesaksian di bawah sumpah secara meyakinkan bahwa Armstrong dan dokter tim Michele Ferrari adalah pusat konspirasi doping di tim USPS. Armstrong bahkan figur utama yang ”menekan” pebalap-pebalap muda untuk ikut dalam program doping Ferrari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Tahun Kolaborasi EVOS dan Pop Mie, Tingkatkan Talenta Esport Indonesia

6 Tahun Kolaborasi EVOS dan Pop Mie, Tingkatkan Talenta Esport Indonesia

Sports
Persebaya Vs Bali United, Teco Minta Bali Kerja Keras

Persebaya Vs Bali United, Teco Minta Bali Kerja Keras

Liga Indonesia
Arsenal Vs Chelsea, Arteta Salut dengan Pochettino

Arsenal Vs Chelsea, Arteta Salut dengan Pochettino

Liga Inggris
Persebaya Vs Bali United, Mental Kuat Bajul Ijo

Persebaya Vs Bali United, Mental Kuat Bajul Ijo

Liga Indonesia
Klasemen Liga Italia: Inter Scudetto, Jauhi Milan dan Juventus

Klasemen Liga Italia: Inter Scudetto, Jauhi Milan dan Juventus

Liga Italia
Fakta Menarik Korsel, Lawan Timnas U23 Indonesia di Perempat Final Piala Asia U23

Fakta Menarik Korsel, Lawan Timnas U23 Indonesia di Perempat Final Piala Asia U23

Liga Indonesia
Babak Akhir Ten Hag di Man United, Disebut Tidak Ada Jalan Kembali

Babak Akhir Ten Hag di Man United, Disebut Tidak Ada Jalan Kembali

Liga Inggris
Respons Pemain Persib Usai Ikuti 'Kelas' VAR Liga 1

Respons Pemain Persib Usai Ikuti "Kelas" VAR Liga 1

Liga Indonesia
Format Baru Liga 1 Disebut Seru, Apresiasi Trofi untuk Borneo FC

Format Baru Liga 1 Disebut Seru, Apresiasi Trofi untuk Borneo FC

Liga Indonesia
Persib Dapat Sosialisasi Penerapan VAR untuk Championship Series Liga 1

Persib Dapat Sosialisasi Penerapan VAR untuk Championship Series Liga 1

Liga Indonesia
Cara AC Milan Ganggu Pesta Scudetto Inter Milan di San Siro

Cara AC Milan Ganggu Pesta Scudetto Inter Milan di San Siro

Liga Italia
Indonesia Cetak Sejarah di Piala Asia U23, Kekuatan Poros Ernando-Rizky Ridho

Indonesia Cetak Sejarah di Piala Asia U23, Kekuatan Poros Ernando-Rizky Ridho

Timnas Indonesia
Pelatih Timnas U23 Korea Terkejut dengan STY, Indonesia Lawan Sulit

Pelatih Timnas U23 Korea Terkejut dengan STY, Indonesia Lawan Sulit

Timnas Indonesia
Indonesia Vs Korea Selatan: PSSI Upayakan Nathan Tjoe-A-On Kembali

Indonesia Vs Korea Selatan: PSSI Upayakan Nathan Tjoe-A-On Kembali

Timnas Indonesia
Inter Juara Serie A, 'Demonismo', dan Karya Master Transfer Marotta

Inter Juara Serie A, "Demonismo", dan Karya Master Transfer Marotta

Liga Italia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com