Jakarta, Kompas -
Kejutan pertama datang dari Master Internasional Farid Firman Syah (rating 2.326) di babak pertama. Pada babak ini, dia bermain remis dengan unggulan ke-8 asal Vietnam, Nguyen Ngoc Truong Son (rating 2.635).
Kejutan lain, datang dari FIDE Master Kaisar Jenius Hakiki (rating 2285). Kaisar mengimbangi permainan pecatur bergelar grand master asal Inggris, Stephen J Gordon, dan akhirnya memetik hasil remis.
Kejutan terbesar datang dari pecatur Indonesia pemegang gelar FIDE master (FM), Pitra Andika. Setelah menahan remis GM asal Ukraina, Sergey A Fedorchuk (rating 2.647), pemain asal Medan, Sumatera Utara, ini mengalahkan GM Stephen J Gordon (rating 2.556), pada babak kedua, Jumat (12/10).
Hasil tersebut membuat peringkat Pitra meroket dari posisi ke-58 (permulaan pemeringkatan) ke posisi ke-24 kejuaraan.
Memainkan bidak putih, Pitra yang memegang bidak putih berinisiatif menyerang. Memilih pembukaan Sisilia (e4 c5, Kf3 e6), dia mencoba memulai menekan pertahanan Gordon. Gordon sendiri menggunakan pertahanan Sisilia Scheveningen. Hingga langkah ke-10, pertahanan Gordon masih kokoh. Meski demikian, putih selalu unggul tipis dalam posisi seperti ini.
Pitra yang memburu norma master internasional keduanya di kejuaraan ini terus menekan Gordon. Pada langkah ke-22, Pitra unggul satu bidak yang terus dia pertahankan hingga langkah ke-39. Pada langkah itulah, Pitra mengunci langkah raja milik GM peringkat ke-8 di Inggris tersebut. Namun, bidak raja milik Gordon masih bisa berkelit dan bertahan dari serangan bertubi-tubi pasukan putih Pitra.
Gordon kalah satu gajah pada langkah ke-45. Baru pada langkah ke-48, Pitra mengakhiri perlawanan Gordon.
Sayang, prestasi tersebut tidak bisa diulangi Pitra pada babak ketiga. Bertemu unggulan ke-19 asal Bulgaria, Boris Chatalbashev (rating 2535), Pitra bertekuk lutut. ”Masih perlu belajar lebih banyak. Laga setelah Gordon jadi bukti,” kata Pitra yang berusia 27 tahun ini.
Kristianus Liem, Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia, mengatakan, beberapa pecatur muda menunjukkan kemauan belajar yang sangat tinggi. Terbukti, saat menghadapi pecatur dengan rating yang lebih tinggi, mereka tidak takut untuk melangkah.
Namun, menurut Kristianus, jam terbang yang masih sangat minim membuat para pecatur muda Indonesia sering kali salah melangkah. ”Tentu saja pengalaman para pecatur dengan gelar grand master atau di atas mereka lebih tinggi. Wajar. Pecatur muda Indonesia tetap memberikan perlawanan. Ini yang patut diberi dukungan,” katanya.