London, Kompas
Wartawan Kompas
Kebanggaan Jamaika, negeri pulau di Laut Karibia yang luasnya cuma seperempat Jawa Timur itu, kian lengkap karena perunggu juga diraih atlet negeri itu, Warren Weir, yang baru pertama kali tampil di olimpiade. Kini, Amerika Serikat bukan satu-satunya negara yang pernah menguasai semua medali nomor 200 meter di pesta olahraga sedunia tersebut. Para atlet AS tercatat enam kali menguasai ketiga jenjang podium kehormatan nomor tersebut, yaitu pada Olimpiade 1904, 1932, 1952, 1956, 1984, dan 2004.
Namun, tidak Jesse Owens, Carl Lewis, atau nama besar pelari cepat mana pun yang bisa menyamai prestasi Bolt. Pekan silam di tempat yang sama, Bolt memenangi nomor 100 meter dalam waktu 9,63 detik sekaligus mempertajam rekor olimpiade atas namanya sendiri. Empat tahun silam di Beijing 2008, Bolt jualah yang meraup keping emas di kedua nomor sprint lewat catatan waktu yang saat itu menjadi rekor dunia dan olimpiade sekaligus. Di ajang itu pula Bolt ikut mempersembahkan emas lewat estafet 4x100 meter putra.
Sebelum berlaga di London, banyak pihak yang meragukan kemampuan Bolt untuk bisa mengulangi sensasi Beijing-nya. Betapa tidak, dalam Kejuaraan Dunia 2011 di Daegu, Korea Selatan, gelar juara 100 meter yang paling bergengsi direnggut Blake (22) meski Bolt tetap memenangi nomor 200 meter.
Dua kali pula Blake yang usianya empat tahun lebih muda memecundangi Bolt dalam lomba di negeri mereka sendiri, tahun ini. Maka, begitu melintasi garis finis, Bolt langsung menengok ke podium juru kamera televisi dan fotografer. Telunjuk tangannya dia taruh di depan bibir. ”Itu saya tujukan kepada mereka yang meragukan kemampuan saya agar mulai sekarang, mereka menutup mulut,” kata Bolt dalam jumpa pers dua jam setelah lomba.
Bahkan, dalam beberapa kesempatan sebelum final 200 meter berlangsung, Bolt sudah melancarkan perang urat saraf kepada Blake, rival senegaranya yang berjulukan binatang liar nan buas, ”Beast”.
”Aku bilang ke dia, tak mungkin. Dia hebat, tetapi ini ajangku, panggung akbarku. Aku tidak akan membiarkan dia menang di 200 meter,” kata pelari yang mempunyai tinggi 196 sentimeter itu, 16 cm lebih tinggi daripada Blake, yang selalu menjadi anak manis jika berada di sisi Bolt.
Lomba 200 meter memang hanya berlangsung 20 detik. Namun, ritual kemenangan setelah itu berlangsung lebih dari satu jam dalam sambutan 80.000 penonton yang luar biasa. Sambutan itu jauh lebih dahsyat dibandingkan aplaus kepada pelari Kenya, David Lekuta Rudisha, yang satu jam sebelumnya menjuarai lari 800 meter. Padahal, dengan torehan 1 menit 40,91 detik, Rudisha memecahkan rekor dunia, satu-satunya rekor dunia atletik yang tercipta di London 2012 sejauh ini.
Seperti Minggu lalu ketika memenangi lari 100 meter, Bolt yang didampingi Blake dan Weir berkeliling arena dan mengubah tradisi lari kemenangan (victory lap) menjadi sapaan kemenangan,
Di tengah lintasan sintetis arena itu, Bolt juga menyempatkan diri memperagakan pose favoritnya, bergaya ala ”Superman” dengan tangan kiri terangkat menunjuk langit dan badan dicondongkan ke belakang. Semua orang ingin mendengar apa pun kata sang legenda.
Maka, Bolt berhenti di setiap pos juru kamera dan reporter televisi yang menunggunya di tribune khusus mereka. Ada lebih dari 100 awak stasiun televisi di sana yang menempati lima jenjang podium dan Bolt berhenti untuk melayani tiap-tiap dari mereka.
Bolt masih berpeluang menambah koleksi emasnya lewat nomor estafet 4x100 meter yang babak pertamanya dimulai Sabtu (11/8) dini hari WIB. Hingga Jumat pagi WIB, cabang atletik telah menyelesaikan 31 dari 47 nomor lomba. AS meraup emas terbanyak, yaitu tujuh keping, diikuti Jamaika, Rusia, dan Inggris yang sama-sama mengoleksi tiga medali.