Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilangnya Sumber Air Tawar

Kompas.com - 16/05/2012, 03:12 WIB

Setiap kali kemarau tiba, warga Seruat Dua, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, sangat bergantung pada air tawar dari hutan adat meski airnya berwarna coklat kehitam-hitaman. Ketergantungan itu untuk musim kemarau mendatang mungkin hilang karena air tawar itu tak lagi mengalir, dengan habisnya hutan adat itu.

Pohon berbagai jenis dan ukuran tersungkur setelah diterjang alat-alat berat. Tak lagi ada keteduhan dan kicauan burung serta riuh kawanan monyet.

”Yang kami khawatirkan dari gundulnya hutan adat adalah keberadaan air tawar saat kemarau tiba. Apalagi hutan adat itu satu-satunya sumber air tawar kami. Sebab air asin merembes sampai ke kampung sehingga air sumur tak bisa dipakai,” kata Abdul Majid (33), warga Desa Seruat Dua, yang ditemui akhir Februari lalu.

Hutan adat yang menjadi sumber air tawar itu berjarak sekitar empat kilometer dari Desa Seruat Dua. Warga biasa berjalan kaki sekitar satu jam dari Seruat Dua menuju hutan adat pada tengah hari. Perubahan pada hutan begitu tampak ketika memasuki kawasan hutan, panas pun menyengat.

Kawasan itu merupakan lahan gambut dengan kedalaman sekitar lima hingga enam meter.    Saat berjalan di kawasan hutan yang sudah gundul, badan terasa bergoyang karena tanah gambut yang kering memantul saat diinjak.

Lahan gambut yang masih bagus, dengan vegetasi utuh di atasnya, mampu menyimpan banyak air. Dan, itulah yang menyelamatkan warga Seruat Dua setiap kali musim kemarau. Lahan gambut memang tidak bisa menyimpan air bening. Air yang mengalir akan berwarna coklat kehitam-hitaman.

Majid menunjukkan parit kecil di sisi jalan setapak yang kami lalui. Air berwarna coklat kehitam-hitaman yang mengalir menuju Seruat Dua itulah air tawar yang digunakan masyarakat setiap kemarau.

Berubah warna

”Air tawar berwarna coklat yang bagi kebanyakan orang adalah air tak berguna, bagi kami sangat berarti karena dipakai untuk memasak, mencuci, dan mandi. Air berwarna coklat lebih bagus dibandingkan air asin yang merembes dari laut,” kata Saiman (42), warga Seruat Dua.

Saiman bertutur, saat kemarau tiba, nasi dan air minum yang dikonsumsi warga, umumnya berubah warna menjadi kecoklatan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com