JAKARTA, KOMPAS.com — Asosiasi Nikel Indonesia berencana mengajukan gugatan atau uji materi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 kepada Mahkamah Agung pekan depan karena peraturan menteri itu dinilai cacat hukum.
Peraturan menteri tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral itu dipandang bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi.
”Kami minta pasal-pasal yang bertentangan dicabut dalam waktu tiga hari kerja,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Nikel Indonesia HA Fadillah di sela-sela acara Bedah Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012 dari Segi Hukum, Pemda, dan Pengusaha, di Jakarta.
Peraturan menteri tanggal 6 Februari 2012 itu dinilai telah meresahkan dan ketidakpastian hukum di kalangan pelaku usaha di bidang pertambangan di Indonesia. Aturan itu memberlakukan pelarangan ekspor bahan pertambangan dalam bentuk bahan mentah dalam waktu tiga bulan sejak peraturan itu diterbitkan.
Beberapa pasal yang akan diuji materi, antara lain, Pasal 8 butir 4 Peraturan Menteri No 7/2012 yang menyatakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian diberikan direktur jenderal atas nama menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Pasal 21 yang menegaskan, pada saat Peraturan Menteri No 7/2012 mulai berlaku, pemegang IUP operasi produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya peraturan menteri tersrbut dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan sejak berlakunya peraturan menteri itu.
Selain itu, Peraturan Menteri tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, serta Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiana usaha pertambangan mineral dan batubara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.