JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana Kementerian Pemuda dan Olahraga membentuk tim advokasi untuk mempercepat pencairan anggaran yang sudah dialokasikan bagi SEA Games di Jakarta dan Palembang merupakan rencana yang tidak dibutuhkan.
Anggaran tetap dapat dicairkan meskipun tanpa tim advokasi sebab masalah lambatnya pencairan anggaran bukan pada kurangnya tim, melainkan pada masalah komunikasi.
”Saya sudah sampaikan kepada Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Kementerian Pemuda dan Olahraga bahwa pembentukan tim advokasi untuk percepatan pencairan anggaran Sea Games itu sama sekali tidak diperlukan. Sebab, setiap masalah bisa diselesaikan hanya dengan komunikasi antara Kementerian Pemuda dan Olahraga dan pihak-pihak di Kementerian Keuangan,” ujar Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Herry Purnomo di Jakarta, Minggu (11/9/2011).
Saat ini masih ada dana di Kementerian Keuangan yang menunggu kelengkapan persyaratan yang harus disiapkan Kementerian Pemuda dan Olahraga sebelum dicairkan. Dana tersebut mencapai Rp 1,3 triliun. Uang tersebut berasal dari APBN 2011 senilai Rp 600 miliar dan dari APBN Perubahan 2011 senilai Rp 700 miliar.
Menurut Herry, seluruh dana itu dialokasikan bukan untuk membangun fasilitas fisik atau venue Sea Games melainkan untuk pelaksanaan upacara pembukaan Sea Games nanti. Adapun anggaran untuk sarana fisik sudah diberikan pemerintah melalui APBN 2010.
”Anggaran untuk venue dari APBN 2010 itu, antara lain, tersangkut dalam kasus dugaan korupsi yang dilakukan Nazarudin. Selain itu, sejak awal ditetapkan bahwa pembangunan venue adalah kontribusi dari dua pihak, yakni APBN (pemerintah) dan sponsor. Masalahnya, masih ada sponsor yang belum memenuhi janjinya. Jadi, sebaiknya tagih sponsor itu untuk tambahan dana pembangunan venue yang belum selesai,” ujarnya.
Herry mengatakan, dalam rencana penggunaan anggaran yang mencapai Rp 1,3 triliun itu ada proyek pengadaan alat olahraga. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, setiap pengadaan barang harus dilakukan dengan tender.
”Masalahnya, tidak cukup waktu untuk melaksanakan tender. Oleh karena itu, harus ada pengecualian yang hanya bisa diberikan Presiden,” tuturnya.
Selain itu, menurut Herry, sebagian alat olahraga itu harus diimpor. Proses masuknya alat impor ini membutuhkan penyelesaian karena masih terkena bea masuk.
”Namun, masalah ini bisa dibicarakan langsung dengan Dirjen Bea dan Cukai karena pada dasarnya alat olahraga bisa saja dibebaskan dari bea masuk asal memenuhi berbagai persyaratan,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.